Siklus pengadaan atau siklus logistik dalam bentuk barang dan/atau jasa pada umumnya dimulai dari perencanaan/ penganggaran, pengadaan, pendistribusian, penyimpanan, penggunaan, pemeliharaan dan penghapusan yang disertai pertanggungjawaban. Pengadaan barang dan jasa BLU/BLUD dalam menjalankan siklus tersebut dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan ekonomis sesuai dengan praktek bisnis yang sehat. Perencanaan pengadaan barang harus didasarkan pada RBA BLU/BLUD yang tercermin dalam APBN maupun APBD karena landasan RBA BLU dilakukan berdasarkan APBN kementerian teknis terkait yang merupakan sumber anggaran BLU, sedangkan BLUD berdasarkan pada APBD. Hal ini dilakukan terutama untuk belanja modal, sehingga keuangan BLU adalah keuangan negara dan keuangan BLUD adalah keuangan daerah.
Menurut Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005, barang inventaris milik BLU/BLUD dapat dialihkan kepada pihak lain dan/atau dihapuskan berdasarkan pertimbangan ekonomis. Pengalihan inventaris BLU/BLUD kepada pihak lain dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, atau dihibahkan, dan penerimaan hasil penjualan barang inventaris merupakan pendapatan BLU/BLUD. Pengalihan dan/atau penghapusan barang inventaris dilaporkan kepada menteri/pimpinan dan kepala SKPD bersangkutan
BLU atau BLUD tidak dapat menghapuskan aset tetap, kecuali atas persetujuan pejabat yang berwenang. Aset tetap yang dimaksud adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan BLU/BLUD atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum, sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005, tidak dijelaskan siapa pejabat yang berwenang memberikan persetujuan pemindahtanganan aset BLU/BLUD. Namun, karena BLU dan BLUD bukan merupakan badan hukum, tetapi merupakan instansi dalam lingkungan pemerintah, ketentuan yang tercantum dalam Pasal 46 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004, tentang Perbendaharaan Negara merupakan petunjuk siapa yang berwenang memberikan persetujuan tersebut. Hal ini dapat pula disimpulkan dari Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005, dimana ditetapkan aset berupa tanah dan bangunan BLU disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia, sedangkan aset berupa tanah dan bangunan BLUD disertifikatkan atas nama Pemerintah Daerah bersangkutan. Selanjutnya, tanah dan bangunan yang tidak digunakan BLU/BLUD untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya, dapat dialihgunakan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD terkait dengan persetujuan Menteri Keuangan untuk BLU dan oleh gubernur, bupati atau walikota sesuai dengan kewenangannya.
Penerimaan hasil sebagai akibat penjualan aset tetap merupakan pendapatan BLU atau BLUD. Terhadap ketentuan seharusnya dibedakan aset tetap yang dibeli atas beban APBN atau APBD. Jika aset tetap atas beban APBN, seharusnya merupakan penerimaan PNBP dari kementerian/lembaga yang bersangkutan. Demikian pula bila aset tetap yang pengadaannya berasal dari APBD, seharusnya merupakan PDBP dari provinsi/ kabupaten atau kota terkait.
referensi :Â PP Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum