Pelatihan Penyusunan RBA dan Laporan keuangan SAK di kabupaten Batang dengan 21 puskesmas memunculkan banyak pertanyaan.
Salah satunya adalah di mana letak fleksibilitas BLUD?
Pertanyaan demikian muncul karena puskesmas masih belum bisa merasakan kebebasan menjadi BLUD.
Hal ini disebabkan belum memahaminya pembuatan RBA yang mereka rinci hingga ke objek rincian belanja.
Contoh di dalam RBA ada biaya makan dan minum, dirinci lagi biaya makan dan minum itu ada biaya beli makan berapa ratus, minum berapa ratus, beli minuman kardus berapa ratus ribu. Hal itu menyebabkan para puskesmas mengira bahwa BLUD ini sama saja tidak dan fleksibilitas.
Baiklah, kita uraikan satu persatu permasalahannya:
Perbedaan Pra dan Pasca BLUD
Menjadi BLUD bukan menjadi bebas tanpa aturan, tetap saja ada aturan yang diberlakukan. Contohnya adanya kewajiban membuat RBA. Pembuatan RBA ini juga masih banyak yang keliru. Banyak kelirunya adalah menjadikan DPA sebagai RBA. Sebenarnya konsep ini keliru, seharusnya di DPA hanya ada 3 belanja saja yaitu pegawai, barang jasa dan modal. Contoh belanja pegawai di DPA hanya ditulis Rp 500.000, nah di RBA baru angka ini dirinci sebagai lampiran dari DPA.
Setelah menjadi BLUD adanya fleksibilitas pengelolaan keuangan, nah konsep ini juga masih banyak yang belum memahami. Fleksibilitas ini terletak di dana pengelolaan hasil dari pelayanan, tidak disetor kembali ke daerah, sehingga puskesmas /BLUD bisa dengan leluasa menggunakan sesuai dengan kebutuhan untuk peningkatan pelayanan.
Di manakah Fleksibilitasnya?
Untuk menjawab di mana fleksibilitasnya BLUD ini harus memahami konsep DPA, RBA, Belanja dan Biaya dahulu. Di dalam DPA hanya ada 3 belanja besar yaitu Belanja Pegawai, barang jasa dan Belanja Modal. Nah di dalam RBA 3 belanja itu dirinci menjadi Biaya Pegawai, Biaya Barang jasa dan Modal.
Fleksibelnya adalah terletak di realisasi dari 3 biaya tersebut. Contoh nya dianggarkan biaya barang dan jasa di DPA sejumlah Rp 1.000.000.000, dan dirinci untuk kegiatan study banding R 30.000.000, serta makan dan minum kantor Rp 10.000.000. Namun pada kenyataannya (realisasinya) studi banding menghabiskan dana Rp 50.000.000 , nah itu boleh.
Pegawai : 500.000.000 Barjas = 1.000.000.000 Modal = 400.000.000
Lihat tabel di atas. BLUD boleh melakukan perubahan setiap hari asal tidak mengubah pagu belanja yang tertera di DPA. Contoh di tabel atas ada Barjas Rp 1.000.000.000, maka biaya barjas tidak boleh melebihi pagu tersebut, untuk masalah penggunaan tidak sama dengan RBA tidak masalah, yang terpenting tidak boleh melebihi pagu yang sudah ada di DPA.
BLUD juga tidak boleh loncat anggaran, contoh dana anggaran untuk biaya barang jasa sisa dan akan digunakan untuk pembelian modal kerja, maka hal tersebut tidak diperkenankan kecuali adanya pembuatan RBA Perubahan.
Fleksibilitas dan Perlakuan Hibah BLU/BLUD
Bagaimana jika BLUD memperoleh hibah barang atau uang?
BLUD boleh menerima hibah, baik hibah pemerintah atau pun hibah dari pihak luar. Hal ini ada di peraturan menteri dalam negeri 61, di mana pendapatan BLUD terdiri dari jasa layanan, hibah, kerjasama dan lain-lain BLUD yang sah, sehingga boleh saja menerima hibah. Yang menjadi permasalahan hingga kini adalah cara pencatatannya. Saya contohkan ada dua kasus hibah:
Di pemerintahan ada aturan bahwa hibah harusnya mempengaruhi laporan surplus defisit, (untuk selanjutnya silahkan cek peraturan). Dengan demikian adanya hibah harus diakui sebagai pendapatan / belanja.
Hibah uang
Puskesmas x menerima hibah uang Rp 200.000 sebagai hibah karena lahannya digunakan vendor lain untuk suatu pesta. Jika hal tersebut dianggap sebagai pendapatan sewa boleh, namun tidak bisa masuk ke dalam pendapatan kerjasama sebab tidak ada kontrak kerjasama. Nah jika hal tersebut dianggap hibah maka pengakuannya adalah sebagai pendapatan hibah, dan akan menambah kas sebesar Rp 200.000.
Hibah Barang
Puskesmas x menerima emas yang jika diuangkan maka menjadi Rp 2.500.000 dan hal ini adalah jelas hibah dari sebuah bank. Maka pencatatan hibah tersebut adalah adanya penambahan aset berupa emas, dan adanya pengakuan pendapatan hibah barang.