Pesatnya pertumbuhan ekonomi berbanding lurus terhadap ekspektasi masyarakat terhadap produk yang akan dibeli, pun ekspektasi masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan. Melalui “kartu sakti” yang diluncurkan pemerintah dan ditujukan kepada masyarakat berpenghasilan menengah kebawah untuk pemerataan akses kesehatan. Pemerintah menuntut fasilitas kesehatan memberikan layanan yang cepat, mudah dan akurat kepada masyarakat. Untuk mendukung program tersebut, pemerintah mengucurkan dana kapitasi. Pemanfaatan dana kapitasi ini adalah untuk pembayaran jasa kesehatan ditentukan 60% sebagai alokasi syarat minimal. Sementara itu, 40%-nya digunakan untuk biaya operasional. Saat ini terdapat hampir 18.000 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di seluruh Indonesia dengan rerata pengelolaan dana kapitasi Rp 400 juta per tahun.
Belum lagi pemda juga diwajibkan mengalokasikan anggaran untuk kesehatan minimal 10% dari APBD sesuai UU 36 Tahun 2009. Dua sumber dana pada FKTP itu pun berpotensi menciptakan tumpang tindih penggunaan anggaran dana kesehatan, baik yang bersumber dari APBD maupun dana kapitasi yang diberikan oleh BPJS Kesehatan.
Beragamnya alokasi anggaran untuk bidang kesehatan ini sangat rawan penyimpangan. Entah ada 1 biaya yang bisa diklaim dari 2 sumber anggaran, ataupun kebingungan pengguna anggaran dalam mengaplikasikan anggaran tersebut.
“Saya Perawat, Tapi Jadi Bendahara di Puskesmas”
“Globalisasi menuntut spesifikasi, bukan generalisasi”. Kira – kira seperti itulah yang sering kita dengar dewasa ini. Banyak di FKTP, karena homogenitas kualifikasi Pendidikan menyebabkan Sumber Daya Manusia yang ada bekerja bukan pada bidang keahliannya.
“Pekerjaan yang paling rawan di Puskesmas adalah Bendahara.” Rudy Suryanto, seorang Akademisi Anggota IAI menjelaskan.
“Namun di banyak Puskesmas, banyak perawat yang mau menjadi bendahara. Anda tahu kenapa? Karena banyak dari mereka belum tahu risikonya. Ini adalah pekerjaan yang sangat berbahaya” Lanjutnya.
Dari sinilah terbentuk inisiasi antara PT Syncore dan Lembaga Sertifikasi Profesi Teknisi Akuntansi (LSPTA) untuk menyelenggarakan pelatihan dan sertifikasi kepada tenaga akuntan yang bekerja pada bidang kesehatan. Melalui program ini, tenaga akuntansi bidang kesehatan yang mengikuti pelatihan berhak atas sertifikat profesi dengan gelar Certified Associate Accounting Technician (CAAT). Dengan adanya sertifikat kompetensi ini diharapkan bagi tenaga akuntansi kesehatan memiliki kualitas atau kompetensi yang lebih baik dalam bekerja.