Rujukan pelayanan kesehatan tingkat pertama bagi masyarakat adalah puskesmas. Nuansa baru yang saat ini telah ditampilkan oleh sebagian puskesmas tentu tidak jauh dari pertolongan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD. Puskesmas yang menjadi BLUD akan memiliki standar pelayanan dan lebih fleksibel dalam pola pengelolaan keuangannya sehingga mampu meningkatkan pelayanan kesehatan. Dengan begitu tidak banyak masyarakat yang akan dirujuk ke rumah sakit karena berhasilnya pemberian pelayanan kesehatan promotif dan preventif di puskesmas.
Bapak Ganda Raja Partogi S. selaku Kasubdit Puskesmas, Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer pada acara Seminar Nasional “Peningkatan Kapabilitas Pengelolaan Keuangan BLUD” memaparkan beberapa kelebihan dari penerapan PPK-BLUD diantaranya 1) Pendapatan tidak disetorkan; 2) Belanja bisa sesuai kebutuhan/bisa menggeser anggaran; 3) Diperbolehkan melakukan utang piutang; 4) Diperbolehkan melakukan investasi; 5) Dana kapitasi diterima langsung oleh Puskesmas; 6) Diperbolehkan merekrut tenaga non PNS; 7) Mempunyai payung hukum tersendiri; 8) Sisa lebih anggaran bisa digunakan untuk tahun selanjutnya.
Pengelolaan dengan sudut pandang bisnis namun tetap mengunggulkan benefit daripada profit ini mampu meningkatkan pengelolaan puskesmas baik dalam segi SDM, pendapatan, dan manajerial. Tenaga profesional yang dapat direkrut langsung oleh pihak puskesmas menjadi salah satu perbaikan dalam menunjang mutu pelayanan. Sumber dana BLUD selain dari dana kapitasi ada juga dari APBD dan dana non kapitasi. Di Indonesia pemerintah daerah dibedakan menjadi 3 jenis pelayanan, yaitu Public Goods (Sumber dana dari APBD), Private Goods (Sumber dana dari jasa pelayanan), dan Quasy Public Goods (Sumber dana dari APBD dan Jasa layanan).
Implementasi BLUD masih menghadapi kendala. Seperti yang disampaikan oleh Bapak R. Wisnu Saputro selaku Subdit BLUD, Direktorat BUMD, BLUD, dan Barang Milik Daerah, Dirjen Bina Keuangan Daerah dan Kementerian dalam Negeri bahwa kendala pengimplementasian BLUD adalah Pemerintah Daerah belum sepenuhnya paham mengenai pentingnya Puskesmas mejadi BLUD dan masih terbatasnya SDM yang memahami operasional BLUD.
Saat ini, dorongan implementasi BLUD terjadi karena adanya dorongan aturan (coersive) yang dilakukan oleh pemerintah. Menurut Bapak Rudy Suryanto sebagai Perwakilan dari IAI, “Kalau ingin terakreditasi maka harus menyediakan/mempunyai pola administrasi dan manajemen yang baku setelah menjadi BLUD maka itu bukan hal yang mustahil. Puskesmas perlu fleksibilitas untuk memberikan layanan berbasis kebutuhan, sehingga setelah menjadi BLUD tidak mengutamakan keuntungan tetapi peningkatan kualitas pelayanan.” Adapun model kelembagaan puskesmas BLUD yang saat ini diterapkan adalah BLUD bertahap, BLUD holding, dan BLUD penuh. Tiga model BLUD tersebut harapannya mampu mendukung implementasi BLUD pada seluruh puskesmas di Indonesia.
Surat Permohonan Menerapkan Badan Layanan Umum Daerah