Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 202/PMK.05/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.05/2020 Tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum, BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Salah satu pilar utama yang menopang keberhasilan BLU adalah fleksibilitas dalam pengelolaan keuangannya. Namun, fleksibilitas ini harus diimbangi dengan tata kelola yang akuntabel, terutama dalam proses penganggaran BLU yang menjadi cetak biru operasional sepanjang tahun. Proses penyusunan anggaran ini menjadi fondasi bagi BLU untuk bergerak lincah dan responsif terhadap kebutuhan layanan masyarakat. Tanpa perencanaan yang matang, fleksibilitas justru dapat menjadi bumerang yang mengganggu stabilitas keuangan.
Memahami Esensi Penganggaran BLU
Berbeda dengan Satuan Kerja (Satker) pada umumnya yang menggunakan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), BLU menyusun Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA). RBA disusun berdasarkan basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya. Penyusunan RBA menuntut BLU untuk berpikir layaknya entitas bisnis. Mereka harus mampu memprediksi pendapatan, menganalisis pasar, dan merancang program yang efisien. Oleh karena itu, RBA BLU disusun berdasarkan kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain, dan APBN. Dalam RBA BLU paling sedikit mencakup seluruh pendapatan dan belanja, seluruh arus kas, serta jumlah dan kualitas jasa dan/atau barang.
Prinsip Anggaran yang Efektif
Untuk menghasilkan RBA yang solid, terdapat beberapa prinsip yang wajib dipegang teguh oleh setiap pengelola BLU.
- Fleksibilitas dengan Ambang Batas: BLU dapat langsung menggunakan pendapatan operasionalnya hingga ambang batas tertentu sesuai peraturan. Fleksibilitas ini memungkinkan BLU merespons kebutuhan mendesak tanpa harus menunggu proses birokrasi yang panjang.
- Anggaran Berbasis Kinerja: Prinsip ini adalah jantung dari pengelolaan BLU. Setiap alokasi dana harus memiliki korelasi yang jelas dengan target layanan yang terukur, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
- Akuntabilitas dan Transparansi: Meskipun fleksibel, BLU tetap wajib menyusun laporan keuangan yang diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis akrual dan mempertanggungjawabkan kinerjanya. Anggaran yang disusun harus transparan dan mudah diaudit.
Tantangan dan Langkah Strategis
Meskipun memiliki banyak keunggulan, tetapi proses penyusunan anggaran BLU bukannya tanpa tantangan. Tantangan umum meliputi proyeksi pendapatan yang akurat, penyelarasan RBA dengan Rencana Strategis (Renstra), serta kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang belum merata. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan dan pendampingan menjadi langkah strategis yang krusial. Penganggaran BLU bukan sekadar aktivitas administratif tahunan, melainkan sebuah instrumen strategis. Dengan penyusunan anggaran yang tepat, BLU dapat memaksimalkan potensinya untuk memberikan layanan yang prima, inovatif, dan berkelanjutan bagi masyarakat Indonesia.