Menurut PSAP 13, Laporan Operasional (LO) menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan. Penyusunan Laporan Operasional ini dapat dilakukan perbulan, triwulan, semesteran dan tahunan.
Permasalahan yang timbul dalam penyusunan laporan operasiaonal biasanya lebih kearah menentukan pendapatan dan biaya yang harus disajikan di laporan operasional. Berikut ini permasalahan yang sering terjadi dalam penyusunan Pendapatan LO PSAP 13.
Berdasarkan PSAP 13 pengakuan pendapatan LO PSAP 13 dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Timbulnya hak atas pendapatan
Berdasarkan PSAP 13, Pendapatan LO pada BLU yang diperoleh sebagai imbalan atas suatu pelayanan yang telah selesai diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan, diakui pada saat timbulnya hak  untuk menagih imbalan. Oleh karena itu pendapatan yang belum diterima pembayarannya namun pelayanannya telah diberikan wajib diakui sebagai pendapatan.
Contohnya adalah pendapatan dari BPJS. Pada saat puskesmas telah memberikan pelayanan kepada pasien BPJS, dan menagih (mengklaim) ke BPJS maka sudah dapat diakui sebagai pendapatan dan harus disajikan di LO PSAP 13. Banyak terjadi kasus puskesmas yang mengakui pendapatan BPJS pada saat BPJS melakukan transfer ke rekening puskesmas. Hal ini masih menggunakan prinsip pencatatan akrual basis, sedangkan untuk laporan PSAP 13 sudah menggunakan prinsip akrual basis.
b. Pendapatan direalisasi
Pendapatan LO pada BLU yang diakui pada saat direalisasi  adalah hak yang telah diterima oleh BLU/BLUD tanpa terlebih dahulu adanya penagihan.
Contohnya pendapatan jasa giro. Puskesmas tidak perlu melakukan penagihan ke bank atas jasa giro, namun secara otomatis bank akan mentransfer jasa giro ke rekening puskesmas. Oleh karena itu, puskesmas harus mengakui jasa giro tersebut sebagai pendapatan di LO.
Berdasarkan PSAP 13, Akuntansi pendapatan LO dilaksanakan berdasarkan asas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). Contoh kasus, untuk pendapatan BPJS Kapitasi yang biasanya dipotong 5.000 sebagai biaya transfer, puskesmas wajib mengakui pendapatan BPJS kapitasi sebesar nilai brutonya, jumlah yang ditransfer bukan jumlah yang diterima. Hal ini karena menganut asas bruto.