Tantangan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Tegal
Pengelolaan sampah di Kabupaten Tegal masih menghadapi persoalan mendasar. Sampah rumah tangga yang setiap hari masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebagian besar hanya ditimbun. Sistem yang digunakan masih open dumping, meski kini sedang berproses secara bertahap menuju pola controlled landfill agar dampaknya terhadap lingkungan bisa lebih terkendali.
Upaya pengolahan sampah sebenarnya sudah ada, yakni dengan membuat kompos. Namun skalanya masih kecil dan hasilnya belum teruji secara konsisten, sehingga belum dapat dipastikan kelayakannya apabila akan dikenakan tarif retribusi. Kondisi ini menegaskan perlunya pola kelembagaan yang lebih fleksibel dan berorientasi pelayanan, agar pengelolaan sampah tidak hanya mengurangi timbulan, tetapi juga memberi nilai tambah bagi masyarakat.
Hal ini menjadi pokok bahasan utama dalam kegiatan Sosialisasi BLUD Pengelolaan Sampah yang digelar Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tegal pada Kamis, 28 Agustus 2025. Kegiatan ini menghadirkan narasumber pakar BLUD, Bapak Niza Wibyana Tito, M.Kom., M.M., M.Ak., CAAT, yang telah mendampingi ribuan instansi di Indonesia dalam persiapan hingga implementasi BLUD. Perwakilan dari beberapa SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tegal juga turut hadir, Bappeda, Inspektorat, BKPSDM, Bagian Organisasi, Bagian Pemerintahan, Bagian Ekbang dan SDA, hingga DPUPR.
BLUD sebagai Jalan Baru Tata Kelola Pengelolaan Sampah
Dalam pemaparannya, Bapak Tito menegaskan bahwa BLUD bisa menjadi terobosan dalam pengelolaan sampah. “Dengan status BLUD, UPTD memiliki fleksibilitas untuk mengelola keuangan, mengembangkan layanan, dan bermitra dengan berbagai pihak. Ini penting, karena masalah sampah tidak bisa diselesaikan hanya dengan anggaran rutin,” ujarnya. Perwakilan dari Bappeda menambahkan, “Kita perlu menyiapkan landasan kelembagaan yang kuat. BLUD akan efektif jika regulasi, SDM, dan strategi operasional disiapkan secara matang.”
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tegal juga menegaskan bahwa pembentukan BLUD merupakan langkah penting untuk memperbaiki tata kelola persampahan. “Selama ini kita masih terbatas pada pola konvensional. Dengan BLUD, kita berharap ada fleksibilitas dalam mengelola pendapatan secara optimal dan efisiensi belanja, sehingga pelayanan ke masyarakat bisa lebih maksimal,” ujarnya. Diskusi juga menyinggung perlunya pemisahan peran regulator (DLH) dan operator (UPTD), serta strategi peningkatan kualitas layanan agar masyarakat percaya pada program retribusi. Peserta yang hadir pada sosialisasi sepakat bahwa BLUD Pengelolaan Sampah bukan sekadar status pengelolaan keuangan, melainkan konsep yang bisa mendorong profesionalisme, mengelola pendapatan dengan baik, dan meningkatkan efisiensi belanja daerah.
Dengan adanya sosialisasi ini, Pemkab Tegal berharap penerapan BLUD Pengelolaan Sampah dapat menjadi langkah awal untuk membenahi persoalan sampah secara sistematis. Lebih dari itu, forum ini juga membuka ruang refleksi bagi daerah lain bahwa pengelolaan sampah menuntut inovasi kelembagaan. Seperti yang ditunjukkan di Tegal, perjalanan menuju BLUD membutuhkan komitmen lintas sektor dan kesiapan teknis. Pendampingan yang tepat akan membantu daerah mempercepat proses, menghindari hambatan regulasi, serta memastikan BLUD benar-benar menjadi solusi, bukan sekadar status administratif.
