Evaluasi kinerja dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap hasil kerja atau prestasi kerja yang diperoleh organisasi, tim atau individu. Evaluasi kinerja dipergunakan sebagai dasar untuk mengalokasi reward. Keputusan tentang siapa yang mendapatkan kenaikan upah dan reward lain sering dipertimbangkan melalui evaluasi kinerja.
Evaluasi dan penilaian Kinerja BLUD dilakukan oleh kepala daerah atau dewan pengawas atas aspek keuangan dan non keuangan minimal satu tahun sekali. Pada hasil evaluasi diharapkan dapat mengukur tingkat pencapaian BLUD dari RBA. Evaluasi dan penilaian kinerja BLUD diukur dengan “balance scorecard”.
Dengan menggunakan balance scorecard akan mampu mengukur unit dalam penciptaan nilai jasa dengan mempertimbangkan kepentingan masa yang akan datang, mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur, dan dapat dinilai pula apa yang telah dibina dalam intangible assets. Pendekatan tersebut berdasarkan empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan.
Hasil evaluasi dan penilaian kinerja BLUD dipengaruhi oleh:
- Partisipasi pegawai dalam mendukungnprogram dan kegiatan untuk mempertahankan prestasi;
- Loyalitas pegawai terhadap atasan;
- Kedisiplinan pegawai;
- Kepatuhan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan sesuai SOP;
- Sinergisitas antar bagian/bidang pada struktur organisasi;
- Ketelitian pegawai dalam mendokumentasikan hasil pekerjaan untuk keperluan pembuatan laporan kinerja;
- Status BLUD yang memberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan dari pendapatan jasa layanan untuk membiayai kegiatan operasional kesehatan;
- Ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan;
- Keterbatasan SDM yang kompeten dibidang tertentu;
- Tingginya frekuensi mutasi pejabat pemerintahan;
- Tumpang tindih pekerjaan utama dengan pekerjaan tambahan yang berlangsung dalam waktu yang lama; dan
- Masih adanya pegawai yang melaksanakan pekerjaannya tidak sesuai SOP.
Kinerja keuangan dapat diukur dari pencapaian indikator-indikator keuangan yang telah ditetapkan pada perencanaan (Rencana Strategis Bisnis). Indikator ini tidak selalu berbicara mengenai berapa pendapatan yang bisa diperoleh BLUD dalam melayani pasien, namun juga berapa penghematan yang berhasil dilakukan melalui proses yang lebih efisien. Selain itu, kinerja keuangan secara teknis juga dapat dilihat dari penerapan Permendagri 61/2007, antara lain penggunaan informasi unit cost pelayanan sebagai dasar penetapan tarif, penggunaan RBA untuk menyusun anggaran dan sebagainya. Jenis ukuran yang akan dievaluasi tergantung pada jenis indikator kinerja keuangan yang ditetapkan pada RSB masing-masing BLUD.
Selain faktor-faktor tersebut, ada juga data/dokumen dari hasil pemeriksaan kinerja atas efektivitas pengelolaan pelayanan rawat jalan dan rawat inap yang diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Dari hasil pemeriksaan tersebut maka dapat diketahui sudah baik atau belumnya kinerja suatu BLUD sehingga dapat di tindak lanjut guna peningkatan kinerja pelayanan kesehatan.