Status sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang diberikan kepada satuan kerja maupun unit kerja mewajibkan suatu instansi untuk menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan (PPK) BLUD. Pola pengelolaan tersebut secara rinci dijelaskan dalam Peraturan Kementerian Dalam Negeri Permendagri Nomor 61 Tahun 2007. Pada peraturan tersebut dijelaskan bahwa setelah ditetapkannya status BLUD maka instansi harus menyusun laporan keuangan berbasis Standar Akuntansi Keuangan (SAK), di samping kewajibannya dalam menyusun Laporan Keuangan berbasis Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang harus di konsolidasikan dengan Pemerintah Daerah.
Terdapat beberapa perbedaan pengakuan dan penatausahaan yang dilakukan instansi pada saat pra maupun paska penerapan BLUD, salah satunya adalah adanya pengakuan biaya. Sebelum menjadi BLUD, setiap pengeluaran yang dilakukan dicatat sebagai belanja, yaitu semua pengeluaran dari rekening kas yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh BLUD. Sedangkan, setelah melakukan penerapan BLUD, maka Laporan Keuangan SAK yang disusun menggunakan basis akrual, yang mengakui adanya pengeluaran biaya BLUD. Menurut Permendageri No. 61 Tahun 2007, biaya didefinisikan sebagai sejumlah pengeluaran yang mengurangi ekuitas dana lancar untuk memperoleh barang dan/atau jasa untuk keperluan operasional BLUD.
Berdasarkan penjelasan Permendageri No. 61 Tahun 2007 pasal 63, biaya BLUD terdiri dari Biaya Operasional dan Biaya Non Operasional. Biaya Operasional mencakup seluruh biaya yang menjadi beban BLUD dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi sedangkan Biaya Non Operasional digunakan untuk menunjang palaksanaan tugas dan fungsi. Biaya Non Operasional terdiri dari biaya bunga, biaya administrasi bank, biaya kerugian penjualan aset tetap, biaya kerugian penurunan nilai, dan biaya non operasional lain-lain.
Dalam praktiknya, contoh adanya biaya yang termasuk biaya non operasional adalah ketika instansi melakukan transaksi melalui bank dan dikenakan biaya transfer dari bank tersebut. Maka instansi harus melakukan pencatatan dengan jurnal Biaya Administrasi Bank (Debit) dan Rekening Bank (Kredit). Pengeluaran yang terjadi karena adanya biaya transfer tersebut termasuk beban, akan tetapi beban itu tidak dianggap sebagai beban utama dalam menjalankan tugas dan fungsi instansi, sehingga masuk dalam jenis biaya non operasional. Selain itu, ada beberapa hal yang sebenarnya termasuk biaya operasional tetapi dianggap sebagai biaya non operasional, salah satu contohnya adalah pembelian bendera. Bendera merupakan salah satu perlengkapan yang digunakan di kantor, sehingga seharusnya pengeluaran tersebut merupakan biaya operasional administrasi dan umum, yang  bisa dimasukkan pada akun Biaya Perlengkapan Kantor dan Rumah Tangga. Oleh karena itu, instansi perlu memilah secara tepat setiap pengeluaran yang dilakukan sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pelaporan yang dibuat setiap periodenya.