Dalam perjalanannya untuk menerapkan BLUD tidak mudah. Berdasarkan artikel dari website Kementerian Dalam Negeri yang sama, dapat diidentifikasi beberapa kendala yang dihadapi dalam penerapan BLUD yaitu: 1. Terdapat Persyaratan Tertentu yang harus dipenuhi sebelum menjadi BLUD Dengan adanya fleksibilitas, penerapan BLUD menjadi salah satu alternatif dalam pengelolaan keuangan bagi beberapa daerah. Namun demikian, dalam perjalanannya untuk menerapkan BLUD tidak mudah. Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh SKPD atau unit kerja tersebut, yaitu persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Pertama, persyaratan substantif terpenuhi, apabila SKPD atau unit kerja pada SKPD yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan: Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan masyarakat; Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat. Kedua, persyaratan teknis terpenuhi, apabila: Kinerja pelayanan di bidang tugas dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLUD, sebagaimana direkomendasikan oleh sekretaris daerah/kepala SKPD yang bersangkutan; Kinerja keuangan SKPD atau unit kerja pada SKPD yang bersangkutan adalah sehat, sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLUD. Ketiga, persyaratan administratif terpenuhi apabila SKPD atau Unit Kerja pada SKPD yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen sebagai berikut: Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; Pola tata kelola; Rencana strategis; Laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan; Standar pelayanan minimal; Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen. Kendala di Lingkungan Internal dan Eksternal BLUD Kendala di lingkungan internal BLUD antara lain, masih terbatasnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang memahami operasional BLUD. Sedangkan, kendala di lingkungan eksternal BLUD, antara lain berasal dari Kepala Daerah, Ketua/Anggota DPRD, pejabat di lingkungan Sekretariat Daerah seperti Biro/Bagian Hukum, Biro/Bagian Organisasi, Biro/Bagian Ekonomi Pembangunan, pejabat di lingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), pejabat di lingkungan Inspektorat Daerah, dan SKPD lain yang terkait dalam penerapan BLUD, ada yang belum memahami esensi, makna dan operasional dalam penerapan BLUD. Hal tersebut juga dilandasi faktor adanya pergantian pejabat di daerah yang sangat dinamis, mengakibatkan sering terjadinya penggantian pejabat di pemda, dimana yang sudah memahami implementasi BLUD diganti, padahal BLUD-nya baru ditetapkan. Mengakibatkan pejabat yang baru perlu pemahaman dan belajar lagi mengenai BLUD. Kurangnya Pemahaman Terkait dengan Implementasi BLUD Salah satu kendala dari penerapan BLUD adalah kurangnya pemahaman terhadap BLUD, seperti: a.Status BLUD bertahap Sesuai PP 23/2005, penerapan BLUD dengan status BLUD bertahap hanya berlaku paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan. Sehingga, untuk menjadi BLUD dengan status penuh seharusnya tidak perlu menunggu sampai tiga tahun, sepanjang dokumen administratif yang diajukan kembali kepada kepala daerah dan dinilai oleh tim penilai dirasa sudah memuaskan dapat ditetapkan menjadi BLUD dengan status penuh. Pengalaman yang lalu banyak BLUD menunggu sampai dengan batas waktu berlakunya BLUD bertahap baru mengajukan BLUD penuh, bahkan ada yang tidak mengajukan BLUD Penuh. Pengaturan BLUD dalam Permendagri 79/2018 sudah tidak dikenal lagi status BLUD (bertahap/penuh). BLUD dipersamakan dengan BUMD Ada pemahaman BLUD dipersamakan dengan BUMD, sehingga setelah menerapkan BLUD, APBD langsung dihentikan atau alokasi anggaran dari APBD ke BLUD hanya untuk belanja pegawai. Pemahaman seperti ini adalah kurang pas. Karena BLUD hanya instrumen yang diberikan kepada unit-unit pelayanan milik Pemda agar memberi pelayanan kepada masyarakat menjadi optimal. Sehingga, kewajiban Pemda dalam hal ini APBD masih dimungkinkan malah menjadi wajib khususnya yang merupakan bidang layanan dasar dan urusan wajib pemda, baik untuk Belanja Pegawai, Belanja Barang/Jasa, maupun Belanja Modal. Namun demikian, setelah menerapkan BLUD diharapkan peran APBD untuk operasional BLUD secara persentase makin lama makin turun. Peran DPRD pada Penerapan BLUD Selama ini, banyak yang mempertanyakan peran DPRD pada BLUD dikarenakan penetapan SKPD/Unit Kerja pada SKPD untuk menerapkan BLUD menjadi domain eksekutif dengan Keputusan Kepala Daerah, dan penetapan tarif layanan yang merupakan salah satu fleksibilitas BLUD penetapannya dengan Peraturan Kepala Daerah. Dalam hal tersebut, maka peran DPRD adalah pada waktu pembahasan KUA dan PPAS serta Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, dewan akan melihat dan membahas target kinerja pada RBA yang akan dicapai dalam satu tahun anggaran. Demikian juga dalam pembahasan laporan pertanggungjawaban APBD, DPRD akan melihat tercapai tidaknya target-target kinerja yang tercantum dalam RBA. Jika target-target tersebut tidak tercapai, DPRD dapat merekomendasi kepada kepala daerah berupa masukan-masukan perbaikan agar pelayanan pemda yang sudah menerapkan BLUD harus lebih baik lagi.