Mitra BLUD
Berbasis Teknologi

BLUD.co.id

Teknis BLUD/BLU

PELATIHAN PRA BLUD

METODE PENENTUAN AKAR PENYEBAB MASALAH PADA ISU-ISU STRATEGIS DALAM DOKUMEN RENCANA STRATEGIS

Rencana Strategis (renstra) merupakan dokumen yang berisi rencana strategi lima tahunan BLUD atau dapat dikatakan sebagai acuan rencana jangka panjang BLUD. Dalam dokumen renstra, salah satunya memuat mengenai permasalahan dan isu-isu strategis dalam sebuah BLUD. Isu-isu strategis dalam dokumen renstra BLUD membahas mengenai identifikasi masalah dan prioritas masalah yang ada dalam puskesmas. Dalam menyusun dokumen renstra, puskesmas harus mengidentifikasi masalah-masalah yang akan menjadi prioritas puskesmas dalam renstra, salah satunya dengan menggunakan metode USG (Urgency, Seriousness, Growth). Metode USG (Urgency, Seriousness, Growth) adalah salah satu alat untuk menyusun urutan prioritas berdasarkan isu yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Dimana isu yang memiliki total skor tertinggi merupakan isu prioritas. Setelah memprioritaskan masalah, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mencari akar penyebab masalah-masalah tersebut. Salah satu metode yang digunakan untuk menemukan akar permasalahan adalah diagram sebab akibat atau biasa disebut diagram tulang ikan (fish bone). Langkah-langkah penyusunan diagram fish bone adalah sebagai berikut:  Menulis masalah pada bagian kepala ikan.  Membuat garis horizontal dengan anak panah menunjuk ke arah kepala ikan.  Menerapkan kategori utama dari penyebab .  Buat garis dengan anak panah menunjuk ke garis horizontal.  Melakukan brainstorming dan fokuskan pada masing-masing kategori. Setelah dianggap cukup, dengan cara yang sama lakukan untuk kategori utama yang lain.  Untuk masing-masing kemungkinan penyebab, dibuat daftar sub penyebab dan letakkan pada cabang yang lebih kecil. Setelah semua ide/pendapat dicatat, kemudian dilakukan klarifikasi data untuk menghilangkan duplikasi ketidaksesuaian dengan masalah. Diagram fish bone hanya menggambarkan tentang kemungkinan suatu penyebab, bukan fakta/penyebab yang sesungguhnya, untuk itu diperlukan konfirmasi dengan data di Puskesmas untuk memastikannya. Masalah perlu diidentifikasi dan dipahami dengan jelas sehingga tidak terjadi kerancuan dalam mencari kemungkinan penyebabnya. Metode ini merupakan cara terbaik untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab secara terfokus sehingga dapat dihindari kemungkinan terlewatnya penyebab. Setiap bagian dalam puskesmas diharapkan dapat terlibat secara penuh dalam proses penyusunan diagram fish bone tersebut. Berikut adalah contoh analisis menentukan akar masalah dengan metode diagram fish bone. referensi : Rencana Strategis

METODE PENENTUAN AKAR PENYEBAB MASALAH PADA ISU-ISU STRATEGIS DALAM DOKUMEN RENCANA STRATEGIS Read More »

PENGELOLAAN BARANG DAN JASA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Berdasarkan pada PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, telah disebutkan bahwa: “BLU diberikan fleksibilitas dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa.” Pengadaan barang dan / atau jasa Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) mengikuti ketentuan sebagai berikut. Pengadaan barang dan / atau jasa yang bersumber dari APBD dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundangan mengenai barang/jasa pemerintah. Pengadaan barang dan / atau jasa yang bersumber dari jasa layanan, hibah tidak terikat, hasil kerjasama, dan lain-lain pendapatan BLUD yang sah, diberikan fleksibilitas berupa pembebasan sebagian atau seluruhnya dari peraturan perundang-undangan mengenai barang dan / atau jasa pemerintah. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan barang dan / atau jasa diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota untuk menjamin ketersediaan barang dan / atau jasa yang lebih bermutu, lebih murah, proses pengadaan yang sederhana, cepat, serta mudah menyesuaikan dengan kebutuhan untuk mendukung kelancaran pelayanan BLUD. Pengadaan barang dan / atau jasa yang dananya bersumber dari hibah terikat, dilakukan sesuai dengan kebijakan pengadaan dari pemberi hibah atau peraturan Bupati/Walikota sepanjang disetujui oleh pemberi hibah. Pelaksanaan pengadaan barang dan / atau jasa dengan ketentuan sebagai berikut: Pengadaan barang dan / atau jasa dilakukan oleh pelaksana pengadaan yaitu panitia atau unit yang dibentuk pemimpin untuk BLUD untuk melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan / atau jasa BLUD. Pelaksanaan pengadaan terdiri dari personil yang memahami tata cara pengadaan, substansi pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan dan bidang lain yang diperlukan. Ketentuan pengelolaan barang BLUD mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai barang milik daerah. ​referensi : Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum

PENGELOLAAN BARANG DAN JASA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH Read More »

PENGELOLAAN BARANG PADA BLU & BLUD

Siklus pengadaan atau siklus logistik dalam bentuk barang dan/atau jasa pada umumnya dimulai dari perencanaan/ penganggaran, pengadaan, pendistribusian, penyimpanan, penggunaan, pemeliharaan dan penghapusan yang disertai pertanggungjawaban. Pengadaan barang dan jasa BLU/BLUD dalam menjalankan siklus tersebut dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan ekonomis sesuai dengan praktek bisnis yang sehat. Perencanaan pengadaan barang harus didasarkan pada RBA BLU/BLUD yang tercermin dalam APBN maupun APBD karena landasan RBA BLU dilakukan berdasarkan APBN kementerian teknis terkait yang merupakan sumber anggaran BLU, sedangkan BLUD berdasarkan pada APBD. Hal ini dilakukan terutama untuk belanja modal, sehingga keuangan BLU adalah keuangan negara dan keuangan BLUD adalah keuangan daerah. Menurut Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005, barang inventaris milik BLU/BLUD dapat dialihkan kepada pihak lain dan/atau dihapuskan berdasarkan pertimbangan ekonomis. Pengalihan inventaris BLU/BLUD kepada pihak lain dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, atau dihibahkan, dan penerimaan hasil penjualan barang inventaris merupakan pendapatan BLU/BLUD. Pengalihan dan/atau penghapusan barang inventaris dilaporkan kepada menteri/pimpinan dan kepala SKPD bersangkutan BLU atau BLUD tidak dapat menghapuskan aset tetap, kecuali atas persetujuan pejabat yang berwenang. Aset tetap yang dimaksud adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan BLU/BLUD atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum, sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005, tidak dijelaskan siapa pejabat yang berwenang memberikan persetujuan pemindahtanganan aset BLU/BLUD. Namun, karena BLU dan BLUD bukan merupakan badan hukum, tetapi merupakan instansi dalam lingkungan pemerintah, ketentuan yang tercantum dalam Pasal 46 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004, tentang Perbendaharaan Negara merupakan petunjuk siapa yang berwenang memberikan persetujuan tersebut. Hal ini dapat pula disimpulkan dari Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005, dimana ditetapkan aset berupa tanah dan bangunan BLU disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia, sedangkan aset berupa tanah dan bangunan BLUD disertifikatkan atas nama Pemerintah Daerah bersangkutan. Selanjutnya, tanah dan bangunan yang tidak digunakan BLU/BLUD untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya, dapat dialihgunakan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD terkait dengan persetujuan Menteri Keuangan untuk BLU dan oleh gubernur, bupati atau walikota sesuai dengan kewenangannya. Penerimaan hasil sebagai akibat penjualan aset tetap merupakan pendapatan BLU atau BLUD. Terhadap ketentuan seharusnya dibedakan aset tetap yang dibeli atas beban APBN atau APBD. Jika aset tetap atas beban APBN, seharusnya merupakan penerimaan PNBP dari kementerian/lembaga yang bersangkutan. Demikian pula bila aset tetap yang pengadaannya berasal dari APBD, seharusnya merupakan PDBP dari provinsi/ kabupaten atau kota terkait. referensi : PP Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

PENGELOLAAN BARANG PADA BLU & BLUD Read More »

PEMBENTUKAN BLU DAN BLUD SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN

Berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan nasional atau negara adalah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, mencerdaskan kehidupan bangsa, berkedaulatan rakyat, dan demokratis dengan mengutamakan kesatuan dan persatuan bangsa. Penyelengaraan tugas-tugas pemerintahan dilaksanakan oleh presiden dalam negara kesatuan Republik Indonesia merupakan bentuk sentralisasi yang berarti seluruh bidang-bidang pemerintahan diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Di sisi lain dikenal pula penyelanggaraan tugas-tugas pemerintahan yang tidak hanya dijalankan oleh pemerintah pusat tetapi diselenggarakan oleh pemerintahan daerah dalam bentuk desentralisasi. Desentralisasi dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran masyarakat serta peningkatan daya saing daerah dengan memerhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan nasional maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus bersinergi dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelengaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administrasi. Institusi penyelenggara layanan publik dapat digolongkan ke dalam tiga bentuk yakni institusi biroraksi umum dengan derajat otonomi yang terbatas atau tidak sama sekali, BLU/D (Badan Layanan Umum/Daerah) sebagai institusi yang semi otonom dan BUMN/D sebagai institusi publik/negara yang benar-benar otonom yang mengelola setiap sumber daya dan pembuat keputusan (full otonom). Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah pada awalnya merupakan satuan kerja biasa di kementeriaan negara (BLU) dan satuan kerja biasa di Pemerintah Daerah (BLUD). Perbedaan antara instansi birokrasi/pemerintah biasa dengan BLU/BLUD ada pengecualian terhadap tata cara pengelolaan keuangannya. Pola Keuangan Badan Layanan Umum/ Badan Layanan Umum Daerah diberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-BLU/D apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis dan administratif. Kemudian dapat berubah statusnya menjadi BLU/D setelah diusulkan kepada Menteri Keuangan untuk status BLU dan kepada Gubernur, Bupati atau Walikota untuk status BLUD

PEMBENTUKAN BLU DAN BLUD SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN Read More »

PENDAPATAN DAN BELANJA BLU ATAU BLUD

Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah pada awalnya merupakan satuan kerja biasa di kementeriaan negara (BLU) dan satuan kerja biasa di Pemerintah Daerah (BLUD). Perbedaan antara instansi birokrasi/pemerintah biasa dengan BLU/BLUD ada pengecualian terhadap tata cara pengelolaan keuangannya. Pola Keuangan Badan Layanan Umum/ Badan Layanan Umum Daerah diberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Berikut di bawah ini akan dibahas gambaran umum tentang sumber pendapatan BLU/BLUD dan belanja yang bersumber dari APBN/APBD Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD diberlakukan sebagai pendapatan BLU/BLUD. Penerimaan yang dimaksud adalah penerimaan yang berasal dari otorisasi kredit anggaran kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah, bukan dari kegiatan pembiayaanAPBN/APBD. Demikian pula pendapatan yang bersumber dari hasil kerjasama BLU/BLUD dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya merupakan pendapatan bagi BLU/BLUD yang dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja BLU/BLUD sesuai dengan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA). Sementara itu pendapatan yang diperoleh dari jasa kepada masyarakat dan hibah tidak terkait dengan layanan yang diperoleh dari masyarakat atau dari badan lain, merupakan pendapatan operasional. Pendapatan operasional tersebut dilaporkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) kementerian/lembaga atau penerimaan bukan pajak dari pemerintah daerah. Belanja BLU/BLUD terdiri dari unsur biaya yang sesuai dengan struktur biaya yang tertuang dalam RBA definitif, yang pengelolaannya bersifat fleksibel berdasarkan kesetaraan antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran sesuai dengan praktek bisnis yang sehat. Pengertian fleksibilitas pengelolaan belanja berlaku dalam ambang batas sesuai dengan yang ditetapkan dalam RBA, sehingga kalau belanja akan melampaui ambang batas RBA harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri Keuangan untuk BLU dan gubernur, bupati/walikota untuk BLUD atas usulan menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya. Selanjutnya dalam hal terjadi kekurangan anggaran, BLU dapat mengajukan usulan tambahan anggaran dari APBN/APBD kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya. Belanja BLU/BLUD dilaporkan sebagai belanja barang dan jasa kementerian negara/lembaga/SKPD/ Pemerintah Daerah. Ketentuan tersebut dapat dilihat dalam Pasal 14 dan 15 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU.

PENDAPATAN DAN BELANJA BLU ATAU BLUD Read More »

Ilustrasi APBD

KEMENDIKBUD DORONG SMK NEGERI MENJADI BLUD

Sabtu, 5 Januari 2019 – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mendorong pemerintah provinsi segera mengubah sekolah menengah kejuruan (SMK) dengan Teaching Factory unggulan untuk menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Pengertian Teaching Factory (TEFA) adalah model pembelajaran berbasis produk (barang/jasa) melalui sinergi sekolah dengan industri untuk menghasilkan lulusan yang kompeten sesuai dengan kebutuhan industri. Sedangkan BLUD adalah sistem yang diterapkan oleh satuan kerja perangkat daerah atau unit satuan kerja perangkat daerah pada satuan kerja perangkat daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan Pengelolaan Keuangan Daerah pada umumnya. Selain kompetensi, melalui TEFA siswa akan dilatih untuk melakukan proses produksi selayaknya industri.  “Produk yang dihasilkan tidak lagi menjadi produk hasil praktik saja, tetapi juga menjadi produk yang dipasarkan secara umum karena memenuhi standar industri,” kata Menteri Muhadjir, Sabtu (5/1).  Dia mengungkapkan, cukup banyak karya siswa SMK yang sudah layak dipatenkan dan bisa diproduksi lebih banyak. Dengan demikian bentuk BLUD sangat cocok bagi SMK yang telah mampu mengembangkan TEFA. “Saya sarankan SMK yang sudah menerima bantuan revitalisasi dari pemerintah bisa segera menjadi Badan Layanan Umum Daerah atau BLUD yang mampu menghasilkan. Nantinya digunakan untuk pemeliharaan dan pengembangan SMK itu,” tuturnya. Melalui BLUD, SMK yang memiliki produk-produk unggulan bisa mengelola proses produksi di TEFA secara lebih fleksibel tanpa melanggar peraturan. Kemendikbud terus mendorong SMK yang layak untuk menjadi BLUD. Sesuai dengan kewenangan, maka regulasi ditetapkan oleh pemerintah daerah, yakni gubernur. “Karena sekolah di bawah tanggung jawab provinsi, maka aturannya adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri. Permendagri yang terbaru, yakni Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah. Kami akan dorong terus,” jelas Direktur Pembinaan SMK M Bakrun Ditambahkan Bakrun, Provinsi Jawa Timur menjadi percontohan pembentukan BLUD di 20 SMK pada 2017 lalu. Pihaknya terus mendorong Provinsi Jawa Tengah untuk mengubah SMK unggulannya menjadi BLUD

KEMENDIKBUD DORONG SMK NEGERI MENJADI BLUD Read More »

MODEL PEMBELAJARAN TEACHING FACTORY SMK

Pembelajaran Teaching Factory adalah model pembelajaran di SMK berbasis produksi/jasa yang mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri dan dilaksanakan dalam suasana seperti yang terjadi di industri. Pelaksanaan Teaching Factory menuntut keterlibatan mutlak pihak industri sebagai pihak yang relevan menilai kualitas hasil pendidikan di SMK. Pelaksanaan Teaching Factory (TEFA) juga harus melibatkan pemerintah, pemerintah daerah dan stakeholders dalam pembuatan regulasi, perencanaan, implementasi maupun evaluasinya. Pelaksanaan Teaching Factory sesuai Panduan TEFA Direktorat PMK terbagi atas 4 model, dan dapat digunakan sebagai alat pemetaan SMK yang telah melaksanakan TEFA. Adapun model tersebut adalah sebagai berikut: Model pertama, Dual Sistem dalam bentuk praktik kerja lapangan adalah pola pembelajaran kejuruan di tempat kerja yang dikenal sebagai experience based training atau enterprise based training. Model kedua, Competency Based Training (CBT) atau pelatihan berbasis kompetensi merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pengembangan dan peningkatan keterampilan dan pengetahuan peserta didik sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Pada model ini, penilaian peserta didik dirancang untuk memastikan bahwa setiap peserta didik telah mencapai keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan pada setiap unit kompetensi yang ditempuh. Model ketiga, Production Based Education and Training (PBET) merupakan pendekatan pembelajaran berbasis produksi. Kompetensi yang telah dimliki oleh peserta didik perlu diperkuat dan dipastikan keterampilannya dengan memberikan pengetahuan pembuatan produk nyata yang dibutuhkan dunia kerja (industri dan masyarakat). Model keempat, Teaching Factory adalah konsep pembelajaran berbasis industri (produk dan jasa) melalui sinergi sekolah dan industri untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dengan kebutuhan pasar. Selama ini, menurut Mendikbud, cukup banyak SMK dengan teaching factory yang cukup maju beroperasi layaknya industri. Agar pemasukan yang didapatkan dari penjualan hasil produksi teaching factory tidak dikategorikan sebagai penyimpangan pengelolaan keuangan maka perlu mendorong SMK dengan teaching factory menjadi Badan Layanan Umum Daerah (Penjelasan lebih lanjut dalam artikel Kemendikbud Dorong SMK Negeri Menjadi BLUD)   referensi : Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 Tentang Badan Layanan Umum Daerah (Lampiran)

MODEL PEMBELAJARAN TEACHING FACTORY SMK Read More »

PERSIAPAN DAERAH UNTUK PENERAPAN BLUD

ALUR PENGAJUAN DAN PENETAPAN RBA BLUD

Menurut Peraturan dalam Negeri (Permendagri) No 79 tahun 2018 Unit Pelaksana Teknis Dinas / Badan Daerah yang menerapkan BLUD wajib menyusun RBA yang mengacu pada Rencana Strategis. BLUD harus menyusun Rincian Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan yang nantinya akan dikonsolidasikan menjadi RBA. Mekanisme pengajuan dan penetapan RBA BLUD adalah sebagai berikut : Pendapatan BLUD yang telah disusun harus di integrasikan / di konsolidasikan ke dalam RKA SKPD pada akun pendapatan daerah pada kode rekening kelompok pendapatan asli daerah pada jenis lain pendapatan asli daerah yang sah dengan obyek pendapatan dari BLUD. Belanja BLUD yang sumber dananya berasal dari pendapatan BLUD dan sisa lebih perhitungan anggaran BLUD, harus di integrasikan / di konsolidasikan pula ke dalam RKA SKPD pada akun belanja daerah yang selanjutnya dirinci dalam 1 (satu) program, 1 (satu) kegiatan, 1 (satu) output dan jenis belanja. Belanja BLUD dialokasikan untuk membiayai program peningkatan pelayanan serta kegiatan pelayanan dan pendukung pelayanan. Pembiayaan BLUD di konsolidasikan ke dalam RKA SKPD, selanjutnya diintegrasikan / dikonsolidasikan pada akun pembiayaan pada Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah. Rincian Pendapatan, belanja, dan pembiayaan akan membentuk RBA. RBA di konsolidasikan dan merupakan kesatuan dari RKA. RKA beserta RBA disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD. PPKD menyampaikan RKA beserta RBA kepada tim anggaran pemerintah daerah untuk dilakukan penelaahan. Hasil penelaahan antara lain digunakan sebagai dasar pertimbangan alokasi dana APBD untuk BLUD. Tim anggaran pemerintah daerah menyampaikan kembali RKA beserta RBA yang telah dilakukan penelaahan kepada PPKD untuk dicantumkan dalam rancangan peraturan daerah tentang APBD yang selanjutnya ditetapkan menjadi Peraturan Daerah tentang APBD. Tahapan dan jadwal proses penyusunan dan penetapan RBA mengikuti tahapan dan jadwal proses penyusunan dan perretapan APBD. Ketentuan lebih lanjut me ngenai penyusunan, pengajuan, penetapan, perubahan RBA BLUD diatur dengan Peraturan Kepala Daerarh.

ALUR PENGAJUAN DAN PENETAPAN RBA BLUD Read More »

Dana Bergulir di BLUD

KETENTUAN PENILAIAN KEMBALI ASET TETAP BLU

Revaluasi Aset adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga nilai aset tetap dalam laporan keuangan tidak lagi sama dengan harga perolehannya. Hal ini dilakukan akibat adanya kenaikan nilai aset tetap di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan. Tujuan utama dari revaluasi aset adalah agar perusahaan dapat melakukan penghitungan penghasilan dan biaya secara lebih wajar. Dengan begitu, hasil revaluasi aset bisa mencerminkan nilai dan kemampuan perusahaan yang sebenarnya. Dalam sudut pandang BLU, penilaian aset tetap masih menjadi perdebatan karena ada aturan yang memperbolehkan revaluasi dan ada pula aturan yang tidak memperbolehkan dilakukannya revaluasi terhadap aset tetap BLU. Menurut Paragraf 27 PSAP 07 Lampiran I PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, menyatakan bahwa “Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya perolehan aset tetap digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada.” Penyusunan neraca awal pemerintah daerah mengacu pada Buletin Teknis SAP Nomor 2 tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Daerah. Selanjutnya Menurut Paragraf 59 PSAP 07 tentang Akuntansi Aset Tetap menyatakan bahwa “Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional. Dalam  hal disajikan  menyimpang  dari  konsep  harga  perolehan  maka  BLU Bidang   Pendanaan   Sekretariat   BPJT   harus   menjelaskan penyimpangan  tersebut  serta  pengaruhnya  terhadap  informasi keuangan BLUBidang Pendanaan Sekretariat BPJT. Selisih antara nilai  revaluasi  dengan  nilai  buku  (nilai  tercatat) aset  dibukukan dalam akun ekuitas.” Berkatian  dengan  adanya  pengecualian  dalam  melakukan  revaluasi  aset  tetap  yang  dijelaskan  pada  PSAP,  maka  Badan  Layanan  Umum  (BLU)  merujuk  pada  peraturan  dapat  menerapkan  revaluasi  aset  tetap  karena  memiliki  peraturan  yang  berlaku  secara  nasional  yang  memang  memberi  kesempatan  BLU  untuk  melaksanakan   revaluasi.   Peraturan   Pemerintah   (PP)   nomor   23   tahun   2005   menjelaskan  bahwa  BLU  merupakan  instansi  di  lingkungan  pemerintah  yang  difokuskan  pada  pelayanan  kepada  masyarakat  yang  berupa  penyediaan  barang  dan/atau   jasa   dan   tanpa   mencari   keuntungan.   BLU   dibentuk   supaya   dalam   pelayanannya   terdapat   peningkatan   efisiensi   dan   produktivitas   dari   jenis   pelayanan yang diberikan.

KETENTUAN PENILAIAN KEMBALI ASET TETAP BLU Read More »

Scroll to Top