LAPORAN REALISASI ANGGARAN PADA BLUD
LAPORAN REALISASI ANGGARAN PADA BLUD Read More ยป
Menjadi Badan Layanan Umum (BLU) dengan Pola Pengelolaan Keuangan (PPK) yang baik sudah menjadi kebutuhan setiap institusi yang memiliki tugas sebagai Badan Layanan Umum (BLU). BLUD yang baik akan menjadi lembaga yang mampu memberikan layanan yang baik bagi masyarakat yang menjadi tujuan utama pembentukan BLUD. Apa sajakah keunggulan PPK BLU? PPK-BLU memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menetapkan praktik-praktik bisnis yang sehat. Hal tersebut dilakukan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan, sehingga pelayanan terhadap masyarakat meningkat. Apa saja proses yang harus dilakukan menuju PPK BLU? Inilah tahapannya: Persyaratan Substantif PPK BLU diperuntukkan bagi institusi pemerintah yang bertugas melakukan pelayanan umum dan penyediaan barang dan jasa. Institusi ini harus pula memiliki area tertentu sebagai kawasan yang dikelola. Dengan memiliki Pola Pengelolaan Keuangan yang baik maka sebuah Badan Layanan Umum akan memberikan pengaruh luas ada masyarakat yakni mendukung upaya perbaikan kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan mampu mengelola dana khusus dengan baik. Persyaratan Teknis dan Administratif Persyaratan teknis terpenuhi apabila kinerja pelayanan di bidang tugas pokok bersama fungsinya layak dikelola serta ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU dan kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU. Sementara itu, persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut: pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; pola tata kelola; rencana strategis bisnis; laporan keuangan pokok; standar pelayanan minimum; dan laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen Dokumen-dokumen tersebut kemudian disampaikan kepada menteri atau pimpinan lembaga atau kepala SKPD, untuk mendapatkan persetujuan sebelum disampaikan kepada Menteri Keuangan/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Penetapan menjadi BLUD dapat berupa pemberian status BLU secara penuh atau status BLU bertahap. Status BLU secara penuh diberikan apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi dengan memuaskan. Status BLU-Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi, namun persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan. Status BLU-Bertahap berlaku paling lama 3 (tiga) tahun. Menteri Keuangan/Gubernur/Bupati/Walikota, sesuai dengan kewenangannya, memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan BLU paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterima dan menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD. Penetapan BLU Berakhir Penetapan BLU sifatnya sementara. Apabila Menteri Keuangan/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya mencabut status BLU, berdasarkan usul dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya maka penetapan BLU pun berakhir. Penetapan ini bisa berakhir juga dipengaruhi oleh berubahnya status BLU menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan. Pencabutan penerapan PPK-BLU dilakukan, apabila BLU yang bersangkutan sudah tidak memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Referensi sesuai Undang-undang Nomor 23 tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Ingin Menerapkan PPK-BLU pada Instansi, Begini Tahapannya Read More ยป
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan. Dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas serta penerapan praktik bisnis yang sehat, maka BLUD diberikan fleksibilitas dalam mengelola manajemen dan keuangannya sendiri, termasuk dalam hal pengelolaan aset. Pengelolaan aset dalam Badan Layanan Umum Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 pasal 80 telah menyebutkan bahwa BLUD dalam melaksanakan pengelolaan barang mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai barang milik daerah yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016. ย Aset merupakan hal yang sangat fundamental bagi Badan Layanan Umum Daerah yang memilikinya, karena aset merupakan bagian yang penting dalam pencapaian tujuan dari pemilik aset, di mana aset terletak di dalam bagian dari proses yang membantu dalam pencapaian tujuan sebelum nantinya menjadi output yang diharapkan (goals). Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) mendefinisikan aset sebagai suatu sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial dimasa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yangย dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Barang milik daerah sebagai salah satu unsur penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat harus dikelola denganย baik dan benar. Adapun asas-asas yang harus diperhatikan yaitu mengenai asas fungsional, asas kepastian, asas hukum, asas transparasi, asas efisiensi, asas akuntabilitas, dan asas kepastian nilai. Tiga prinsip dasar dalam pengelolaan aset milik Badan Layanan Umum Daerah dibagi menjadi tiga yaitu adanya perencanaan yang tepat, pelaksanaan/pemanfaatan secara efisien dan efektif serta pengawasan. Semua prinsip harus terpenuhi demi optimalisasi manajemen aset dalam Badan Layanan Umum Daerah.
Menciptakan Manajemen Aset Yang Baik Demi Keberhasilan BLUD Read More ยป
Pada penjelasan PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum disebutkan bahwa: โBLU diberikan fleksibilitas dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa.โ Pada pembahasan kali ini akan membahas pengadaan barang jasa BLUD, yang mana ketentuannya dikecualikan dari ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018. Dalam ย peraturan tersebut, yang mendapat pengecualian diantara lain : Pengadaan Barang/ Jasa pada BUMN/D dan BLU; Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan berdasarkan tarif barang/jasa yang dipublikasikan secara luas kepada masyarakat; Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan sesuai dengan praktik bisnis yang sudah mapan; dan/atau Pengadaan Barang/Jasa yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta sistem/aplikasi yang dibangun sebagai pelaksanaannya adalah best practice dalam tata kelola pengadaan dalam melaksanakan tugas pemerintahan. Oleh karena itu, pilihan BLU untuk mengadopsi keseluruhan ketentuan dalam Peraturan Presiden tersebut tidak sepenuhnya tepat. Hal tersebut mungkin terjadi karena kesulitan untuk mencari rujukan yang bisa tepat sesuai dengan kebutuhan bisnisnya. Atau mungkin juga merasa bahwa dengan mengacu pada Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah lebih โmeyakinkanโ bagi pihak eksternal. Dalam batang tubuh Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018: (1) tidak ada satupun kata โBUMN/Dโ khususnya pada bagian ruang lingkup; dan (2) memberikan pengecualian kepada BLU. Dalam penjelasan yang disampaikan oleh LKPP menjelang ditetapkannya Peraturan Presiden tersebut, disampaikan bahwa:ย Peraturan Presiden tersebut menekankan bahwa BUMN/BUMD dan BLU (diberi kewenangan) ย penuh untuk mengatur tata cara pengadaan sendiri yang lebih sesuai dengan karakteristik lembaga. Fleksibilitas ini dalam rangka untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengadaan di BUMN/BUMD dan BLU. Namun demikian, hendaknya BUMN/BUMD dan BLU dalam menyusun tata cara pengadaannya tidak terjebak sekadar mengubah batasan pengadaan langsung dan lelang dan secara substansi tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Penjelasan tersebut menegaskan bahwa terdapat 2 (dua) pokok pikiran, yaitu: Menegaskan peluang BLU untuk merumuskan tata cara pengadaan yang berbeda dengan (atau menambahkan ketentuan yang sudah ada pada) Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018; Tata cara yang disusun tidak sekadar menaikkan batasan pengadaan langsung. Terdapat beberapa pendekatan yang sudah diterima secara Internasional yang bisa dipakai dalam menyusun pedoman pengadaan di lingkungan BUMN/D dan BLU. Pendekatan tersebut adalahย Supply Positioning Model,ย Contract Continumย danย Supplier Perception Modelย yang perlu dipahami dalam menyusun Pedoman dan melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.
Pengecualian Pengadaan Barang dan Jasa Pada BLUD Read More ยป
Bagi Unit Pelaksana Teknis Dinas/Badan Daerah yang sudah menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD wajib menyusun Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Permendagri Nomo 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Bab V pada peraturan ini membahas mengenai perencanaan dan penganggaran BLUD. RBA yang disusun oleh BLUD memiliki periode pengganggaran 1 tahun. RBA harus mengacu pada Renstra 5 tahunan yang sebelumnya sudah dibuat oleh BLUD. Selain Renstra, penyusunan RBA juga harus berdasarkan : Anggaran berbasis kinerja. Berorientasi pada pencapaian output dan efisiensi penggunaan sumber daya. Standar satuan harga. Tarif berdasarkan unit cost yang berlaku di suatu daerah dan ditetapkan oleh Peraturan Kepala Daerah. Perkiraan kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan yang didapat dari masyarakat atas pemberian jasa pelayanan yang dilakukan BLUD, APBD dan pendapatan BLUD lainnya. Perkiraan kebutuhan belanja di rinci berdasarkan belanja operasi dan belanja modal. Setelah mengetahui dasar penyusunan RBA dan kerangka acuan RBA yang mengacu pada Renstra, selanjutnya yang perlu diketahui adalah komponen apa saja yang ada dalam RBA. RBA disusun menggunakan pola anggaran fleksibel dengan memepertimbangkan prosentase ambang batas tertentu dan disertai dengan Standar Pelayanan Minimal. Berikut isi/muatan yang harus ada dalam RBA yang disusun oleh BLUD: Ringkasan pendapatan, belanja dan pembiayaan Rincian anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan Perkiraan harga Besaran presentase ambang batas Perkiraan maju atau fordward estimate RBA yang telah disusun oleh BLUD selanjutnya akan di konsolidasikan kedalam format RKA SKPD. Ringkasan pendapatan yang tertuang dalam RBA di konsolidasikan ke RKA SKPD dalam kode rekening jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dengan obyek pendapatan dari BLUD. Ringkasan belanja yang tertuang dalam RBA yang bersumber dari pendapatan BLUD di konsolidasikan ke RKA SKPD pada akun belanja daerah yang selanjutnya dirinci dalam satu program, satu kegiatan, satu output dan jenis belanja. Pembiayaan BLUD yang tertuang dalam RBA dikonsolidasikan dalam RKA SKPD yang selanjutnya akan diintegrasikan pada akun pembiayaan pada SKPKD selaku BUD. Dengan sistem konsolidasi RBA ke dalam RKA SKPD hanya dalam ringkasan jenis belanja, akan membolehkan BLUD untuk melakukan pergeseran rincian belanja pada RBA. Pergeseran belanja hanya dapat dilakukan pada jenis belanja yang sama, tidak boleh merubah pagu anggaran per jenis belanja yang sudah di sahkan. Pergeseran RBA selanjutnya disampaikan kepada PPKD. RBA merupakan satu kesatuan dengan RKA. RBA dan RKA disampaikan ke PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD. Selanjutnya PPKD menyampaikan RBA dan RKA ke tim anggaran Pemerintah Daerah. Setelah dilakukan penelaahan, selanjutnya RBA dan RKA diserahkan kembali ke PPKD untuk dicantumkan dalam rancangan peraturan daerah tentang APBD. Tahapan dan jadwal penyusunan RBA dan RKA mengikuti proses penyusunan dan penetapan anggaran APBD yang berlaku. Sumber : Permendagri Nomo 79 Tahun 2018
Perencanaan dan Penganggaran BLUD menurut Permendagri No 79 Tahun 2018 Read More ยป
Dengan adanya peraturan pengganti Permendagri Nomor 61 tahun 2007 yaitu Permendagri Nomor 79 tahun 2018 maka ada beberapa hal yang berubah terkait dengan struktur anggaran BLUD. Berikut adalah tabel perbedaan antara struktur anggaran BLUD pada Pemendagri Nomor 61 tahun 2007 dan Permendagri Nomor 79 tahun 2018. ย PERMENDAGRI 61 TAHUN 2007 PERMENDAGRI 79 TAHUN 2018 a Pendapatan Pendapatan BLUD b Biaya Belanja BLUD c Pembiayaan BLUD Penjelasan lebih lanjut mengenai struktur anggaran BLUD, untuk pendapatan BLUD tetap sama yaitu bersumber dari: Jasa layanan, berupa imbalan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat. Hibah, berupa hibah terikat dan hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain. Hasil kerjasama dengan pihak lain, berupa hasil yang diperoleh dari kerja sama BLUD. APBD, berupa pendapatan yang berasal adri DPA APBD. Lain-lain pendapatan BLUD yang sah, meliputi jasa giro, pendapatan bungan, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh BLUD, investasi, dan pengembangan usaha. Pengembangan usaha dilakukan melalui pembentukan unit usaha untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat. Sedangkan berdasarkarkan tabel diatas perbedaan yang ada yaitu biaya menjadi belanja dan ada tambahan yaitu pembiayaan BLUD. Untuk belanja terdiri atas: Belanja operasi Belanja operasi mencakup seluruh belanja BLUD untuk menjalanjan tugas dan fungsi, meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja bunga, dan belanja lain. ย ย ย 2. Belanja modal Belanja modal mencakup seluruh belanja BLUD untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan BLUD yaitu meliputi belanja tanah, belanja peralatan dan mesin, belanja gedung dan bangunan, belanja jalan, irigasi, dan jaringan, dan belanja aset tetap lainnya. ย ย ย 3. Pembiayaan BLUD Pembiayaan BLUD merupakan semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/ atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan BLUD terdiri atas: ย ย 4.Penerimaan pembiayaan Penerimaan pembiayaan meliputi: Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya atau yang biasa disebut Silpa. Divestasi, yaitu pengurangan atau penjualatan atas aset yang dimiliki Penerimaan utang/ pinjaman Pengeluaran pembiayaan Pengeluaran pembiayaan, meliputi: Investasi Pembayaran pokok utang/ pinjaman
Struktur Anggaran Badan Layanan Umum Daerah Read More ยป
Advokasi lintas sektor menjadi langkah strategis dalam pengajuan BLUD. Advokasi adalah usaha yang dilakukan secara sistematis dan teroganisir dengan tujuan mempengaruhi dan mendesak pihak pemegang kekuasaan untuk melakukan perubahan kebijakan publik secara bertahap. Penetapan BLUD berkaitan dengan regulasi yang berlaku di lingkungan Pemerintah Daerah. Sehingga seluruh pihak lintas sektor yang berkaitan dengan UPTD/SKPD yang akan menjadi BLUD juga harus memahami bagaimana pola pengelolaan keuangan BLUD supaya tidak menghambat jalannya penerapan fleksibilitas pola pengelolaan keuangan BLUD. Puskesmas di Kabupaten Musi Rawas akan melakukan pengajuan BLUD pada akhir tahun 2018. Selain persiapan dari internal Puskesmas yang didampingi oleh Dinas Kesehatan dalam penyusunan dokumen pengajuan BLUD, persiapan eksternal juga dilakukan demi kelancaran pengajuan BLUD. Persiapan eksternal yang dilakukan adalah memberikan pemahaman mengenai BLUD ke lintas sektor dalam Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas. Advokasi lintas sektor ini diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan selaku penanggungjawab dalam pelaksanaan pengajuan BLUD untuk Puskesmas yang diselenggarakan pada hari Senin, 24 September 2018 di Kantor Bupati Kabupaten Musi Rawas. Advokasi lintas sektor di Kabupaten Musi Rawas dihadiri langsung oleh Wakil Bupati Musi Rawas Ibu Hj. Suwanti. Pihak-pihak lintas sektor lain yang diundang dan turut hadir dalam advokasi lintas sektor ini adalah Sekretaris Daerah, BKPSDM, Inspektur Inspektorat, Bappeda, BPKAD, BPMPTSP, BPPRD, Kepala Dinkes, Sekretaris Dinkes, Kepala Bidang Yankes, Kepala Bidang P2P, Kepala Bidang SDK, Kepala Bidang Kesmas dan perwakilan Kepala UPTD Puskesmas. Semua pihak yang diundang adalah pihak-pihak yang akan berkaitan dengan perubahan pola pengelolaan keuangan BLUD Puskesmas dalam hal perencanaan dan pelaporan keuangan. Output dari terlenggaranya advokasi lintas sektor ini adalah penyamaan persepsi atau pemahaman mengenai penerapan pola pengelolaan keuangan BLUD oleh Puskesmas. Sehingga diharapkan dalam penerapannya nanti sudah tidak ada lagi masalah lintas sektor dengan alasan perbedaan pemahaman. Penyamaan persepsi ini disimbolkan dengan penandatanganan nota kesepakatan/persetujuan Puskesmas untuk menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD.
Advokasi Lintas Sektor Menjadi Langkah Strategis Menjadi BLUD Read More ยป
BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas Asas BLU BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan; BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/wali kota bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/wali kota. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja dan BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah. BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktik bisnis yang sehat. BLU rnenyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Perencanaan dan Pengangaran BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1). RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya. RBA BLU disusun berdasarkan kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain, dan APBN/APBD. RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan usulan standar pelayanan minimum dan biaya dari keluaran yang akan dihasilkan. RBA BLU yang telah disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD diajukan kepada Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, sebagai bagian RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, mengkaji kembali standar biaya dan anggaran BLU dalam rangka pemrosesan RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan penetapan APBN/APBD.
Tentang Biaya Badan Layanan Umum Read More ยป