Mitra BLUD
Berbasis Teknologi

BLUD.co.id

Artikel

Workshop penyusunan RBA BLU LMAN Kemenkeu

Workshop penyusunan RBA BLU LMAN Kemenkeu berlangsung pada hari kamis-jumat, 19-20 April 2018 di Hotel Mercure Cikini Jakarta. Workshop yang berlangsung selama dua hari ini menghadirkan dua narasumber konsultan BLU dan BLUD, yaitu Bapak Rudy Suryanto, S.E., M.Si., Ak., CA di hari pertama workshop dan Bapak Niza Wibyana Tito M.Kom., M.M di hari kedua workshop. Workshop hari pertama berisi sesi diskusi dan pemaparan materi mengenai mekanisme penyusunan RBA untuk BLU. Dilanjutkan workshop hari kedua berisi sesi praktik penggunaan software RBA BLU untuk menyusun RBA definitif masing-masing divisi atau unit. Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) adalah Badan Layanan Umum di bawah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yang telah berdiri sejak 16 Desember 2015. Tahun 2018 merupakan tahun ketiga dalam penyusunan RBA BLU. Kendala yang paling sering dialami oleh BLU yang baru terbentuk adalah sulitnya melakukan konsolidasi dalam penyusunan RBA. RBA yang akan disusun oleh LMAN Kemenkeu ini adalah RBA BLU berbasis divisi. Mekanisme yang seharusnya dilakukan adalah masing-masing divisi mengusulkan rincian kebutuhan anggaran untuk divisinya. Kemudian nantinya RBA dari masing-masing divisi tersebut dikonsolidasikan menjadi satu kesatuan RBA BLU LMAN Kemenkeu. Selanjutnya RBA BLU tersebut dokonsolidasikan menjadi RKAKL dan kemudian diajukan untuk dilakukan pengesahan anggaran. Dalam pelaksanaan workshop hari kedua yang diisi dengan praktik penggunaan software RBA BLU, peserta praktik langsung input data RBA kedalam software. Walaupun data yang digunakan belum menggunakan data real RBA 2018. Setelah dirasa bisa dan mampu menggunakan software barulah nantinya akan digunakan untuk input data menggunakan data real RBA tahun anggaran 2018. Selama pelaksanaan sesi praktik peserta tampak antusias dengan penggunaan software RBA BLU. Diskusi mengenai RBA dan penggunaan software pun terus berlangsung selama sesi praktik input data. Selain itu sesi input data juga didampingi oleh pendamping narasumber. Sehingga apabila ada kesulitan dalam input data bisa langsung ditanyakan ke pendamping. Setelah sesi input data selesai dilanjutkan dengan sesi pembahasan mengenai penyusunan dokumen RBA 3 BAB BLU yang akan disusun sesuai Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-20/PB/2012 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran Satuan Kerja Badan Layanan Umum.

Workshop penyusunan RBA BLU LMAN Kemenkeu Read More »

Pengakuan Biaya Non Operasional BLUD

Status sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang diberikan kepada satuan kerja maupun unit kerja mewajibkan suatu instansi untuk menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan (PPK) BLUD. Pola pengelolaan tersebut secara rinci dijelaskan dalam Peraturan Kementerian Dalam Negeri Permendagri Nomor 61 Tahun 2007. Pada peraturan tersebut dijelaskan bahwa setelah ditetapkannya status BLUD maka instansi harus menyusun laporan keuangan berbasis Standar Akuntansi Keuangan (SAK), di samping kewajibannya dalam menyusun Laporan Keuangan berbasis Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang harus di konsolidasikan dengan Pemerintah Daerah. Terdapat beberapa perbedaan pengakuan dan penatausahaan yang dilakukan instansi pada saat pra maupun paska penerapan BLUD, salah satunya adalah adanya pengakuan biaya. Sebelum menjadi BLUD, setiap pengeluaran yang dilakukan dicatat sebagai belanja, yaitu semua pengeluaran dari rekening kas yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh BLUD. Sedangkan, setelah melakukan penerapan BLUD, maka Laporan Keuangan SAK yang disusun menggunakan basis akrual, yang mengakui adanya pengeluaran biaya BLUD. Menurut Permendageri No. 61 Tahun 2007, biaya didefinisikan sebagai sejumlah pengeluaran yang mengurangi ekuitas dana lancar untuk memperoleh barang dan/atau jasa untuk keperluan operasional BLUD. Berdasarkan penjelasan Permendageri No. 61 Tahun 2007 pasal 63, biaya BLUD terdiri dari Biaya Operasional dan Biaya Non Operasional. Biaya Operasional mencakup seluruh biaya yang menjadi beban BLUD dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi sedangkan Biaya Non Operasional digunakan untuk menunjang palaksanaan tugas dan fungsi. Biaya Non Operasional terdiri dari biaya bunga, biaya administrasi bank, biaya kerugian penjualan aset tetap, biaya kerugian penurunan nilai, dan biaya non operasional lain-lain. Dalam praktiknya, contoh adanya biaya yang termasuk biaya non operasional adalah ketika instansi melakukan transaksi melalui bank dan dikenakan biaya transfer dari bank tersebut. Maka instansi harus melakukan pencatatan dengan jurnal Biaya Administrasi Bank (Debit) dan Rekening Bank (Kredit). Pengeluaran yang terjadi karena adanya biaya transfer tersebut termasuk beban, akan tetapi beban itu tidak dianggap sebagai beban utama dalam menjalankan tugas dan fungsi instansi, sehingga masuk dalam jenis biaya non operasional. Selain itu, ada beberapa hal yang sebenarnya termasuk biaya operasional tetapi dianggap sebagai biaya non operasional, salah satu contohnya adalah pembelian bendera. Bendera merupakan salah satu perlengkapan yang digunakan di kantor, sehingga seharusnya pengeluaran tersebut merupakan biaya operasional administrasi dan umum, yang  bisa dimasukkan pada akun Biaya Perlengkapan Kantor dan Rumah Tangga. Oleh karena itu, instansi perlu memilah secara tepat setiap pengeluaran yang dilakukan sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pelaporan yang dibuat setiap periodenya.

Pengakuan Biaya Non Operasional BLUD Read More »

Meningkatnya Pelayanan Masyarakat dengan BLUD Yang Optimal

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) menjadi bagian yang sangat penting untuk mencapai fleksibilitas keuangan dalam Badan Layanan Umum Daerah. Didalam satuan kerja pemerintah baik Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), Rumah Sakit Umum (RSU), Puskesmas, dan satuan kerja di instansi pemerintah lainnya tentu menjadi perhatian bagi seluruh masyarakat yang sangat membutuhkan manfaat dari adanya satuan kerja pemerintah tersebut. Dimulai dari depan pintu rumah sakit ataupun puskesmas yang sering kali kondisinya kurang optimal dan juga pelayan terhadap masyarakatnya kurang baik dimata pengunjung untuk berobat kemudian semakin zaman berubah banyak masyarakat yang lebih memanfaatkan layanan swasta dibadingkan dengan dalam layanan umum daerah. Apabila dilhat secara internal satuan kerja pemerintahan kendala satuan kerja ini lebih terkendala kedalam sulit mencairkan anggaran dana untuk peningkatan hal – hal operasional dan pelayanan untuk masyarakat. Banyaknya satuan kerja pemerintah yang mengalami kondisi tersebut menuntut pemerintah agar pemerintah membuat regulasi terkait kemudahan dalam mencairkan dana operasional untuk pelayanan masyarakat. Dibuatlah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Didalam Peraturan tersebut terdapat komponen dalam syarat status sebagai BLUD yaitu SPM atau Standar Pelayanan Minimal. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 tahun 2007 menyatakan bahwa SPM merupakan salah satu dokumen wajib yang harus dibuat untuk pengajuan syarat administratif. SPM harus memuat batasan minimal mengenai jenis dan mutu layanan dasar yang harus dipenuhi SKPD atau Unit Kerja. SPM memiliki bobot penilaian 20% dari keseluruhan dokumen. Penilaian 20% tersebut berisikan mengenai beberapa unsur penilaian, antara lain: 1. Fokus; artinya kegiatan pelayanannya fokus pada jenis dan mutu pelayanan untuk menunjang tugas dan fungsi. 2. Terukur; artinya kegiatan pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 3. Dapat Dicapai; artinya kegiatannya nyata, realistis, tingkat pencapaiannnya dapat diukur 4. Relevan dan dapat diandalkan artinya kegiatan yang sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan organisasi, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi. 5. Kerangka waktu; artinya kejelasan dan ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan. 6. Kelengkapan SPM; berisikan mengenai kelengkapan jenis pelayanan sesuai dengan SPM yang diberlakukan. 7. Keterkaitan SPM dengan Rencana Strategis Bisnis (RSB) dan anggaran tahunan; berisikan mengenai kaitan antara SPM dengan Rencana Stategis Bisnis dan anggaran tahunan. Ada hubungan yang jelas antara SPM dengan Rencana Strategis Bisnis dan Anggaran tahunan SKPD/ Unit Kerja. 8. Legitimasi daerah/ Kementerian; berisikan mengenai keabsahan dokumen SPM yang ditandai dengan adanya tanda tangan dan stempel Kepala Daerah. Dokumen ini akan menjadi Surat Keputusan yang sah mengenai SPM BLU/ BLUD. Dalam perjalananya optimalisasi standar pelayanan minimal didalam BLUD masih kurang dilakukan akibatnya banyak pelayanan BLUD yang makin kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Ketika optimalnya sistem pelayanan masyara BLUD maka kualitas BLUD sebagai satuan kerja yang mem

Meningkatnya Pelayanan Masyarakat dengan BLUD Yang Optimal Read More »

Tim Penilai Badan Layanan Umum Daerah

Sesuai Permendagri nomor 61 Tahun 2007, penilaian atas BLUD berkaitan dengan peningkatan atau penurunan kinerja dan pencabutan status PPK-BLUD. Tim penilai BLUD dibentuk melalui keputusan kepala daerah. Tim penilai tersebut mempunyai tugas untuk meneliti dan menilai usulan penerapanPPK-BLUD. Anggota tim penilai BLUD yaitu: Sekretaris daerah sebagai ketua merangkap anggota; PPKD sebagai sekretaris merangkap anggota; Kepala SKPD yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah sebagai anggota. Kepala SKPD yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanakan urusan pemerintahan di daerah sebagai anggota dan Tenaga ahli yang berkompeten dibidangnya apabila diperlukan sebagai anggota. Dokumen administrative yang dinilai Dokumen administrative yang dinilai adalah dokumen-dokumen persyaratan administrative yang terdiri dari pernyataan kesanggupan meningkatkan kinerja, pola tata kelola, rencana strategis bisnis, laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan, Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan hasil penilaian audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit. Nilai Bobot dokumen Nilai Bobot Dokumen adalah pembobotan terhadap dokumen administrative yang berdasarkan pada tingkat kepentingan dokumen dengan menggunakan CARL yaitu kemampuan untuk mencapainya (Capability), bisa diterima (Acceptability), dapat diandalkan (Reliability),dan mengandung daya ungkit yang tinggi(Leverage). Bobot untuk masing-masing persyaratan administrasi adalah sebagai berikut: Pernyataan kesanggupan meningkatkan kinerja 5% Pola tata kelola 20% Rencana strategi bisnis 30% Laporan keuangan pokok 20% Standar pelayanan minimal 20% Hasil audit terakhir atau pernyataan bersedia diaudit 5% Indikator Penilaian Unsur yang dinilai adalah unsur-unsur yang harus tercantum dan merupakan bagian dari dokumen yang dinilai. Nilai per unsur adalah suatu angka yang diberikan pada setiap unsur dari unsur yang dinilai. Nilai per unsur menggunakan skala dengan rentang angka antara 0 (nol) sampai dengan 10 (sepuluh) untuk masing-masing syarat administrative nilai maksimal adalah 10 (sepuluh). Bobot per unsur adalah pembobotan terhadap unsur yang dinilai yang sudah ditentukan didalam pedoman ini berdasarkan CARL. Nilai akhir adalah hasil kali hasil penilaian per unsur dengan nilai bobot per unsur. Hasil akhir penilaian dibandingkan dengan kriteria penilaian berikut: No Hasil Penilaian Kriteria Kesimpulan/Status 1. 80-100 Memuaskan Penuh 2. 60-79 Belum terpenuhi secara memuaskan Bertahap 3. Kurang dari 60 Tidak memuaskan Ditolak   Terkait Permendagri No. 61 Tahun 2007 silahkan diunduh disini 

Tim Penilai Badan Layanan Umum Daerah Read More »

Pembukuan Bendahara Penerimaan Badan Layanan Umum

Badan layanan umum yang disingkat dengan BLU adalah satuan kerja atau unit kerja yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan kepentingan. Dengan pola pengelolaan keuangan BLU, Fleksibilitas diberikan dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolan keuangan belanja dan pendapatan sehingga BLU memisahkan bendahara yaitu bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran. Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggung-jawabkan uang untuk keperluan Belanja Negara dalam pelaksanaan APBN pada Satuan Kerja Kementerian Negara /Lembaga. Bendahara pada BLU menatausahakan seluruh uang/surat berharga yang dikelola oleh BLU, uang dan surat berharga meliputi : Dana Operasional, yaitu seluruh penerimaan dan pengeluaran kegiatan operasional BLU Dana pengelolaan kas, berupa deposito dan investasi jangka pendek. Dana kelolaan, yaitu seluruh dana yang tidak dapat dimasukkan ke dalam dana operasional dan dana pengelolaan kas, antara lain dana bergulir dan dana yang belum menjadi hak BLU. Bendahara menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh uang yang ditatausahakannya, bembukuan bendahara terdiri dari buku kas umum, buku pembantu, dan buku pengawasan. Teknis pembukuan bagi bendahara penerimaan adalah pembukuan terkait uang pendapatan yang sudah menjadi hak BLU dan pengelolaannya berupa deposito dan investasi jangka pendek yang diatur sebagai berikut : Pada saat diterima DIPA maka estimasi/target penerimaan dinukukan langsung pada Buku pengawasan Anggran pendapatan Pada saat diterima bukti pendapatan BLU maka pendapatan dibukukan di sisi debet pada BKU, buku pembantu kas dan buku pembantu pendapatan serta dicatat sebagai realisasi pada buku pengawasan anggaran pendapatan. Pada saat bendahara penerimaan menyalurkan dana kepada bendahara pengeluaran makan dana dibukukan di sisi debet dan kredit (In – Out) pada BKU, di sisi debet pada buku pembantu uang di bendahara pengeluaran dan di sisi kredit pada buku pembantu kas Pada saat pendapatan yang diperoleh dijadikan sebagai deposito, berdasarkan otorisasi pejabat berwenang, maka dibukukan di sisi debet dan kredit (in-out) pada BKU, di sisi debet pada buku pembantu deposito dan di sisi kredit pada buku pembantu kas Pada saat deposito tersebut dicairkan dan kembali ke kas bendahara penerimaan berserta kelebihan makan dibukukan sebagai berikut : Di sisi debet kredit (in-out) pada BKU, sisi debet pada buku pembantu kas dan sisi kredit pada buku pembantu deposito sebesar pokok uang yang di depositokan Di sisi debet pada BKU, buku pembantu kas dan buku pembantu pendapatan sebesar kelebihan dari deposito tersebut. Pada saat pendapatan yang diperoleh dijadikan investasi jangka pendek, berdasarkan otorisasi pejabat berwenang, maka dibukukan di sisi debet dan kredit (in-out) pada BKU, di sisi debet pada buku pembantu investasi jangka pendek dan sisi kredit pada buku pembantu kas. Pada saat investasi jangka pendek tersebut dicairkan dan kembali ke kas bendahara penerimaan beserta kelebihannya maka dibukukan sebagai berikut: Di sisi debet dan kredit (in-out) pada BKU, sisi debet pada Buku pembantu kas dan di sisi kredit pada buku pembantu investasi jangka pendek sebesar pokok uang yang di depositokan Di sisi debet pada BKU, Buku pembantu kas dan buku pembantu pendapatan sebesar kelebihan dari investasi jangka pendek tersebut.      

Pembukuan Bendahara Penerimaan Badan Layanan Umum Read More »

Independensi Badan Layanan Umum Daerah

Salah satu prinsip tata kelola Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) ialah independensi. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian dari independensi adalah kemandirian yang merupakan hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Sesuai dengan Peraturan Kementerian Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Badan Layanan Umum Daerah, independensi merupakan kemandirian pengelolaan organisasi secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip bisnis yang sehat. Tata kelola dengan prinsip independensi berfokus pada pengelolaan organisasi secara profesional tanpa adanya kepentingan atau tekanan dari pihak lain serta pengelolaan organisasi dengan prinsip bisnis yang sehat. Pertama, pengelolaan organisasi secara profesional tanpa adanya kepentingan atau tekanan dari pihak lain. Pengelolaan organisasi secara profesional berhubungan dengan manajemen organisasi yang baik. Menurut Luther M Gulick, manajemen organisasi merupakan hal-hal yang berhubungan dengan perencanaan, pelengkapan sumber daya manusia, pengkoordinasian, penyusunan anggaran, dan pelaporan. Perencanaan pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yakni penyusunan Rencana Strategis Binis (RSB) untuk perencanaan 5 (lima) tahunan serta Rencana Bisnis dan Anggaran (RSB) untuk perencanaan 1 (satu) tahunan. Pada kedua dokumen perencanaan tersebut tercantum perencanaan non keuangan dan keuangan. Perencanaan non keuangan misalnya terdiri atas sumber daya manusia, pengadaan barang dan jasa serta sebagainya. Perencanaan non keuangan sebaiknya organisasi menghindari pengadaan barang dan jasa atau perekrutan sumber daya manusia atas kepentingan dan tekanan pihak tertentu guna memperkaya diri sendiri. Dalam penyusunan rencana keuangan yakni anggaran dan pelaporan keuangan juga harus berfokus pada kebutuhan kegiatan pelayanan guna meningkatkan kuantitas dan kualitas hidup masyakarat. Organisasi tidak diperbolehkan menambah atau mengurangi anggaran atas dasar permintaan atau tekanan dari pihak lain. Begitupun laporan keuangan, sebaiknya melaporkan kondisi keuangan sesuai dengan kejadian nyata tanpa memanipulasi data guna kepentingan pihak tertentu. Kedua, tata kelola dengan prinsip independensi dengan berfokus pada pengelolaan organisasi dengan prinsip bisnis yang sehat. Organisasi melakukan kegiatan pelayanan dengan prinsip efektif dan efisien. Pada organisasi sektor publik seperti Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang tidak berorientasi profit maka pengertian dari efektif yakni output atau keluaran yang dihasilkan dari penggunaan sumber daya. Sedangkan efisien yakni outcome atau dampak atas penggunaan sumber daya. Pengelolaan organisasi dengan efektif dan efisien guna meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan masyarakat tanpa memperhitungkan kepentingan dan tekanan pihak lain. Apabila pengelolaan organisasi atas dasar kepentingan dan tekanan pihak tertentu maka hal ini sama saja dengan korupsi. Dikatakan korupsi karena tindakan tersebut merugikan negara dengan cara memperkaya pribadi tertentu. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui laman kpk.go.id memberikan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari konflik kepentingan. Pertama, semua pengelola organisasi tak henti-hentinya menyadarkan akan bahaya korupsi dan dampak negatifnya terhadap kehidupan mereka dalam segala aspeknya, baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, lebih-lebih terhadap agama. Kedua, menggunakan sistem pemerintahan berbasis elektronik yang telah disediakan serta kontrol dari satuan pemeriksaan intern yang merupakan unit kerja yang berkedudukan langsung di bawah pemimpin Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Independensi Badan Layanan Umum Daerah Read More »

Standar Akuntansi Pemerintahan Badan Layanan Umum

Dalam rangka meningkatan pelayanan kepada masyarakat, satuan kerja dapat ditetapkan menjadi satuan kerja yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU). Satuan kerja tersebut diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan dengan menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan tanpa mengutamakan keuntungan. Sesuai dengan ketentuan, satuan kerja yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan, antara lain pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, pengelolaan utang-piutang, pengelolaan investasi dan pengadaan barang/jasa, kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional non Pegawai Negeri Sipil (PNS), serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Tujuan PSAP 13 ini adalah untuk mengatur penyajian laporan keuangan BLU dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun antar BLU. Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut, standar ini menetapkan seluruh pertimbangan dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman struktur laporan keuangan dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. Laporan keuangan disusun dengan menerapkan akuntansi berbasis akrual. Laporan keuangan BLU merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh BLU. Tujuan umum laporan keuangan BLU adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas, hasil operasi, dan perubahan ekuitas BLU yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Komponen laporan keuangan BLU terdiri atas: Laporan Realisasi Anggaran; Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih; Neraca; Laporan Operasional; Laporan Arus Kas; Laporan Perubahan Ekuitas; dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan BLU memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi dan kewajiban BLU pada tanggal pelaporan dan arus sumber daya ekonomi selama periode berjalan. Informasi ini diperlukan pengguna untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan ekonomi BLU dalam menyelenggarakan kegiatannya di masa mendatang. Penjelasan terkait masing-masing komponan laporan keuangan dapat dilihat pada Lampiran Peraturan Menteri Keuangan  tentang Penyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Nomor 13 tentang Penyajian Laporan Keuangan Badan Layanan Umum,  yang dapat diunduh disini.

Standar Akuntansi Pemerintahan Badan Layanan Umum Read More »

Rumah Sakit Umum Daerah sebagai BLUD

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) merupakan unit kerja atau SKPD pemerintah yang saat ini banyak statusnya diubah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Dengan adanya perubahan status tersebut, RSUD harus membuktikan kinerjanya setelah ditetapkan sebagai BLUD. Saat ditetapkan sebagai BLUD, RSUD telah dilengkapi dengan ukuran-ukuran kinerja yang dapat dievaluasi sebagai salah satu bentuk pertanggungjawabannya. Kinerja yang dimaksud meliputi (1) Kinerja pelayanan dapat diukur dari pencapaian volume dan mutu pelayanan klinis yang dilakukan di berbagai instalasi, dengan membandingkan antara perencanaan yang terdapat di Rencana Strategis Bisnis (RSB) dengan pencapaian pada saat dilakukannya evaluasi. (2) Kinerja keuangan dapat diukur dari pencapaian indikator-indikator keuangan yang telah ditetapkan pada perencanaan (Rencana Strategis Bisnis). (3) Kinerja manfaat dapat dilihat antara lain dari jenis-jenis pelayanan yang dikembangkan setelah menerapkan PPK-BLUD, sehingga dengan adanya jenis layanan ini masyarakat tidak perlu mencari pelayanan sejenis ke luar daerah, dan sebagainya.  Sesuai dengan Permendagri No. 61 Tahun 2007, Evaluasi dan penilaian kinerja BLUD dilakukan setiap tahun oleh kepala daerah dan/atau dewan pengawas terhadap aspek keuangan dan non keuangan, bertujuan untuk mengukur tingkat pencapaian hasil pengelolaan BLUD sebagaimana ditetapkan dalam renstra bisnis dan RBA. Evaluasi dan penilaian kinerja dari aspek keuangan dapat diukur berdasarkan tingkat kemampuan BLUD dalam: Memperoleh hasil usaha atau hasil kerja dari layanan yang diberikan (rentabilitas), Memenuhi kewajiban jangka pendeknya (likuiditas), Memenuhi seluruh kewajibannya (solvabilitas), Kemampuan penerimaan dari jasa layanan untuk membiayai pengeluaran. Sedangkan penilaian kinerja dari aspek non keuangan dapat diukut berdasarkan perspektif pelanggan, proses internal pelayanan, pembelajaran, dan pertumbuhan. Tujuan Menilai implementasi dari Permendagri No. 61 Tahun 2007 di RSUD Mengevaluasi kinerja RSUD sebagai BLUD yang terdiri dari kinerja pelayanan, kinerja keuangan, dan kinerja manfaat sesuai dengan yang telah ditetapkan pada dokumen Pola Tata Kelola, SPM, dan RSB RSUD. Tahapan Kegiatan Kegiatan evaluasi kinerja RSUD yang melaksanakan BLUD diawali dengan cara penyusunan instrument penilaian oleh tim penilai, peninjauan lapangan, diskusi hasil peninjauan lapangan dan laporan hasil evaluasi. Untuk selengkapnya terkait Permendagri No. 6 Tahun 2007 Silahkan Klik Disini

Rumah Sakit Umum Daerah sebagai BLUD Read More »

KONSULTASI PROFESIONAL DALAM MENCAPAI STATUS BLUD

Semakin berkembangnya akan semakin semakin bertambah pula Sumber Daya Manusianya, seiring dengan hal tersebut dalam beberapa tahun kedepan jumlah kuantitas sumber daya manusia semakin tahun akan semakin bertambah, hal ini harus diiring dengan pemantapan kualitas dari sumber manusianya tersebut. Hal ini juga akan berdampak pada sektor government official, beberapa tahun kedepan baik dari regulasi, sistem, dan teknologi harus berkembang untuk pelayanan masyarakat yang lebih baik. Sebagai lembaga yang memberikan pelayanan, semua satuan unit kerja  pemerintah yang bergerak dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan lainnya yang terkait harus memiliki status sebagai BLU/BLUD. Perkembangan Manajemen Keuangan negara/daerah dan akuntansi pemerintah di Indonesia terus bergulir dengan dinamis seiring dengan perkembangan kebutuhan dan tuntutan global. Penyempurnaan dan penyelarasan peraturan-peraturan yang terkait dengan keuangan negara/daerah terus dilakukan, dengan tujuan untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik, yang bermuara pada transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara/daerah. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 telah membuka koridor bagi instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberikan pelayanan kepada masyarakat, dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksible dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Instansi tersebut kemudian dikenal dengan istilah Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Dengan pengelolaan keuangan BLU/BLUD, fleksibilitas diberikan dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. BLU/BLUD juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga professional non PNS serta kesempatan memberikan imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Tetapi sebagai penyeimbang, BLU/BLUD dikendalikan secara ketat dalam perencanaan dan penganggarannya serta pertanggungjawabannya. Dengan pentingnya lembaga/instansi dengan status BLU/BLUD tidak diimbangi dengan peran sumber daya yang memadai. Banyaknya sumber daya manusia yang kurang pengetahuannnya terhadap peran BLU/BLUD ini, mendorong para professional yang berkompeten dalam bidangnya turut andil dalam pendampingan untuk mencapai status BLU/BLUD dalam Instansinya sendiri. Para professional yang mendampingi haruslah memiliki jenjang pendidikan yang tinggi dengan standar minimal sarjana strata 1 (S1) yang dirasa sudah cukup untuk menjadi pendamping professional. Dari tahun ke tahun, jumlah lulusan Sarjana ini semakin bertambah, untuk itu kesadaran untuk saling memberikan kepada yang membutuhkan dibutuhkan untuk para lulusan Sarjana ini. Agar ilmu yang sudah mereka dapatkan ketika dibangku kuliah lebih berguna untuk orang lain. Para lulusan sarjana ini bias membentuk layanan konsultasi kepada para komponen Instansi BLU/BLUD yang terkait agar memudahkan mereka untuk mencapai status tersebut.  

KONSULTASI PROFESIONAL DALAM MENCAPAI STATUS BLUD Read More »

Scroll to Top