Mitra BLUD
Berbasis Teknologi

BLUD.co.id

LAPORAN KEUANGAN

Rekening Badan Layanan Umum Daerah

Setelah Saturan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada SKPD di lingkungan pemerintah daerah menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) maka segala penerimaan atas penjualan barang dan/ atau jasa tidak perlu disetorkan ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD), melainkan ditampung ke rekening BLUD. Rekening BLUD dapat terdiri dari Rekening Penerimaan BLUD, Rekening Pengeluaran BLUD, dan Rekening APBD. Rekening Penerimaan BLUD dimaksudkan untuk menampung seluruh pendapatan BLUD, yang berasal dari jasa layanan, hibah, hasil kerjasama dengan pihak ketiga, dan lain-lain pendapatan BLUD yang sah. Rekening Pengeluaran BLUD digunakan untuk belanja-belanja BLUD seperti uang persediaan atau dana LS.  Sedangkan Rekening APBD dimaksudkan untuk menampung seluruh dana yang berasal dari APBD seperti BOK. Sedangkan yang dimaksud dengan Rekening BLUD dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 yaitu Rekening Kas BLUD adalah rekening tempat penyimpanan uang BLUD yang dibuka oleh pemimpin BLUD pada bank umum untuk menampung seluruh penerimaan pendapatan dan pembayaran pengeluaran BLUD. Seluruh pendapatan BLUD yang bersumber dari jasa layanan, hibah, hasil kerjasama dengan pihak lain, lain-lain pendapatan BLUD yang sah dapat dikelola langsung untuk membiayai pengeluaran BLUD sesuai RBA. Seluruh pendapatan tersebut dilaksanakan melalui rekening kas BLUD dan dicatat dalam kode rekening kelompok pendapatan asli daerah pada jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dengan obyek pendapatan BLUD. Sedangkan hibah terikat diperlakukan sesuai peruntukkannnya. Dalam pasal 83, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang pengelolaan kas, membahas bahwa transaksi penerimaan dan pengeluaran kas yang dananya bersumber dari jasa layanan, hibah, hasil kerjasama dengan pihak ketiga, lain-lain pendapatan BLUD yang sah dilaksanakan melalui rekening kas BLUD. Dalam hal pengelolaan kas, BLUD menyelenggarakan perencanaan penerimaan dan pengeluaran kas, pemungutan pendapatan atau tagihan, penyimpanan kas dan mengelola rekening bank, pembayaran, perolehan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek, dan pemanfaatan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan. Segala penerimaan BLUD pada setiap hari disetorkan seluruhnya ke rekening kas BLUD dan dilaporkan kepada pejabat keuangan BLUD.

Rekening Badan Layanan Umum Daerah Read More »

Perhitungan Nilai Depresiasi dalam Laporan Keuangan

Penghitungan nilai depresiasi dalam laporan keuangan masih menjadi hal yang kerap dipertanyakan. Depresiasi adalah proses pengalokasian kos ke dalam periode-periode waktu yang menikmatinya. Depresiasi terjadi pada aset tetap yaitu, gedung dan bangunan; dan peralatan dan mesin. Jenis aset tersebut disebut sebagai aset terdepresiasi. Disebut demikian karena kemampuan aset tersebut dalam menghasilkan pendapatan akan menurun selama umur ekonomis aset. Tanah merupakan aset tetap yang tidak didepresiasi. Hal ini dikarenakan kegunaan dan kemampuannya dalam menghasilkan pendapatan tetap/tidak berkurang selama aset tersebut masih dimiliki. Nilai depresiasi penting diketahui guna menyusun laporan neraca dan laporan operasional yang sesuai dengan kondisi penggunaan aset yang sesungguhnya. Jurnal untuk mencatat besarnya depresiasi adalah sebagai berikut: (Debit) Biaya Depresiasi xxx (Kredit) Akumulasi Depresiasi xxx Biaya depresiasi masuk menjadi aspek penyusun biaya pengurang pendapatan dalam laporan operasional sementara, akumulasi depresiasi masuk menjadi aspek penyusun neraca sebagai pengurang nilai buku aset yang terdepresiasi. Umumnya, terdapat empat metode dalam menentukan besarnya nilai depresiasi. Keempat metode tersebut adalah metode garis lurus, metode unit produksi, metode saldo menurun ganda, dan metode jumlah angka tahun. Dari keempat metode tersebut, metode yang kerap digunakan adalah metode garis lurus. Metode garis lurus adalah metode yang mengalokasikan besaran depresiasi yang sama untuk tiap tahun masa ekonomis suatu aset. Misalnya diilustrasikan sebagai berikut: Pada awal tahun 2018 Puskesmas Sambilegi membangun gedung yang menghabiskan dana Rp100.000.000. Oleh tim penilai aset (tim appraisal), dinilai bahwa gedung tersebut dapat digunakan selama sepuluh tahun. Berapa besarnya nilai depresiasi gedung tersebut tiap tahunnya? Rumus penghitungan besarnya depresiasi dengan metode garis lurus adalah maka besarnya depresiasi gedung tersebut adalah Rp 100.000.000,- : 10 tahun = Rp 10.000.000,- per tahun Dari penghitungan tersebut diketahui bahwa di tiap tahun umur ekonomisnya (2018 sampai dengan 2028), gedung tersebut akan terdepresiasi sebesar Rp10.000.000. Di dalam sistem PPK-BLUD rancangan PT Syncore Indonesia, pencatatan besarnya depresiasi tahun berjalan dilakukan melalui menu Jurnal Umum. Sementara, besarnya akumulasi depresiasi tahun lalu wajib dicatat melalui menu Saldo Awal. Sebelum mengecek inputan depresiasi tersebut di menu Laporan Keuangan, kemudian klik Posting terlebih dahulu.

Perhitungan Nilai Depresiasi dalam Laporan Keuangan Read More »

sistem akuntansi

Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum

Badan Layanan Umum (BLU) memiliki kewajiban untuk menerapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan Badan Layanan Uumum yang merupakan bagian dari Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Instansi (SAI), yaitu sistem pelaporan keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga. Laporan Keuangan (LK) yang disusun oleh BLU terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Penyusunan LK BLU dilakukan berdasarkan kebijakan akuntansi BLU sesuai dengan SAP berbasis akrual yang meliputi pengakuan, pengukuran, pencatatan, penyajian serta jurnal transaksi yang digunakan dalam penyusunan LK BLU. Selanjutnya, LK BLU digunakan dalam rangka pengintegrasian ke dalam LK konsolidasian tingkat eselon I dan sebagai lampiran LK Kementerian/Lembaga. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan realisasi pendapatan-LRA, belanja, surplus/defisit, pembiayaan BLU, dan sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran BLU (SiLPA/SiKPA) yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. Laporan Perubahan Sisa Anggaran Lebih (LP SAL) dalam LK BLU menyajikan informasi kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan disbandingkan dengan tahun sebelumnya yang terdiri dari pos-pos saldo anggaran lebih awal, penggunaan saldo anggaran lebih, sisa lebih/ kurang pembiayaan tahun sebelumnya, korkesi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya, lain-lain, dan slado anggaran lebih akhir. Pada Neraca BLU terdapat pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas. Laporan Operasional BLU menyajikan antara lain pos-pos pendapatan, beban, surplus/defisit dari kegiatan operasional, kegiatan nonoperasional, surplus/ defisit sebelum pos luar biasa, pos luar biasa, surplus/defisit-LO. Dalam Laporan Arus Kas tersaji informasi mengenai sumber, penggunaan perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan BLU yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris. Selanjutnya, untuk Laporan Perubahan Ekuitas BLU, disajikan infomasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya dengan rincian ekuitas awal, surplus/defisit-LO periode bersangkutan, koreksi-koreksi yang menambah ataupun mengurangi, dan ekuitas akhir. Download dokumen terkait: Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 220/PMK.05/2016

Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum Read More »

uang

Beban dan Belanja BLU

Beban dan Belanja BLU berdasarkan Permenkeu No. 220/PMK.05/2016 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU Beban BLU (Badan Layanan Umum) adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode pelaporan yang menurunkan ekuitas BLU yang dapat berupa pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya kewajiban. Beban juga timbul karena adanya penyetoran BLU atas PNBP ke kas negara. Belanja BLU adalah kewajiban BLU yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang telah dibayar dari kas dan bank BLU pada periode tahun anggaran yang bersangkutan. Pengeluaran belanja atas alokasi APBN dari DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Rupiah Murni (RM) dibayar dari rekening kas umum negara dalam periode tahun anggaran bersangkutan. Berikut merupakan transaksi yang menjadi ruang lingkup beban dan belanja BLU BEBAN BLU Beban Pegawai Beban yang timbul dari kompensasi pemanfaatan pegawai berupa gaji dan tunjangan, serta realisasi belanja pegawai, baik atas pembebanan pagu yang sumber dananya dari layanan BLU – DIPA pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Beban Barang dan Jasa Beban barang dan jasa merupakan beban sehubungan dengan perolehan dan/atau pemanfaatan barang konsumsi dan ektrakomptabel dan jasa dalam rangka mendukung kegiatan operasional BLU, baik atas pembebanan pagu DIPA yang sumber dananya rupiah murni maupun atas pembebanan pagu yang sumber dananya dari layanan BLU – DIPA PNBP. Beban Persediaan Beban sehubungan dengan pemakaian barang perlengkapan dan persediaan dalam rangka mendukung kegiatan operasional BLU. Beban Barang untuk Dijual/Diserahkan kepada Masyarakat Beban sehubungan dengan pengeluaran barang persediaan untuk dijual dalam rangka pelayanan BLU dan/atau pemanfaatan barang persediaan untuk diserahkan kepada masyarakat. Beban Pemeliharaan Beban sehubungan dengan mempertahankan kondisi aset BLU dan perolehan dan/atau pemanfaatan barang perlengkapan dan persediaan dalam rangka memelihara kondisi aset BLU, baik atas pembebanan pagu DIPA yang sumber dananya rupiah murni maupun atas pembebanan pagu yang sumber dananya dari layanan BLU – DIPA PNBP. Beban Perjalanan Dinas Beban sehubungan dengan kegiatan perjalanan dinas dalam rangka menunjang operasional BLU, baik atas pembebanan pagu DIPA yang sumber dananya rupiah murni maupun atas pembebanan pagu yang sumber dananya dari layanan BLU – DIPA PNBP. Beban Penyisihan Piutang Tak Tertagih Beban sehubungan dengan estimasi piutang tak tertagih atas saldo piutang dalam rangka penyajian nilai wajar piutang pada periode pelaporan keuangan. Beban Penyusutan Aset dan Beban Amortisasi Beban sehubungan dengan penurunan nilai manfaat ekonomi atau potensi jasa, terjadi pada saat penurunan nilai aset akibat penggunaan aset bersangkutan atau berlalunya waktu. Beban penyusutan merupakan alokasi yang sistemastis atas nilai suatu aset tetap yang bersangkutan. Beban Amortisasi merupakan penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa khusus untuk Aset Tidak Berwujud. BELANJA BLU Belanja realisasi DIPA Rupiah Murni (RM) Belanja dari realisasi DIPA RM sesuai dengan SPM/SP2D antara lain : a. Belanja Pegawai (kelompok akun 51) b. Belanja Barang (kelompok akun 52, kecuali sub kelompok 525) c. Belanja Modal (kelompok akun 53, kecuali sub kelompok 537) Belanja BLU dari pengesahan beban dan/atau biaya perolehan aset BLU atas DIPA PNBP Belanja BLU dari pengesahan beban dan/atau biaya perolehan aset BLU secara pengeluaran kas dan bank BLU seusai dengan SP3B/SP2B-BLU antara lain: a. Belanja Barang BLU (sub kelompok akun 525) b. Belanja Modal BLU (sub kelompok akun 537) Download dokumen lengkap Permenkeu No. 220/PMK.05/2016 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU

Beban dan Belanja BLU Read More »

Ilustrasi Pendapatan Negara

Transaksi Pendapatan BLU

Transaksi Pendapatan BLU adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas BLU selama satu periode yang mengakibatkan penambahan ekuitas bersih. Pendapatan BLU dalam kerangka keuangan negara merupakan kelompok pendapatan negara bukan pajak. Berdasarkan Permenkeu No. 220/PMK.05/2016 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU, transaksi yang menjadi ruang lingkup pendapatan BLU adalah sebagai berikut : Pendapatan dari alokasi APBN – DIPA RM Pendapatan dari realisasi belanja pegawai, barang dan jasa, dan/atau belanja modal atas pagu DIPA yang sumber dananya rupiah murni sesuai dengan SPM/SP2D. Pendapatan dari pelayanan BLU yang bersumber dari masyarakat – DIPA PNBP Imbalan yang diperoleh dari jasa layanan BLU yang diberikan kepada masyarakat sesuai dokumen sumber penerimaan pendapatan transaksional. Pendapatan dari pelayanan BLU yang bersumber dari entitas pemerintah pusat – DIPA PNBP Imbalan yang diperoleh dari jasa layanan BLU yang diberikan kepada entitas akuntansi atau entitas pelaporan dalam kerangka sistem akuntansi pemerintah pusat yang membawahi maupun yang tidak membawahi organisasi vertikal BLU. Pendapatan hasil kerja sama – DIPA PNBP Perolehan pendapatan BLU dari kerja sama operasional, sewa-menyewa, dan usaha lainnya yang mendukung tugas dan fungsi BLU sesuai dokumen sumber penerimaan pendapatan transaksional. Pendapatan hiibah bentuk uang/barang/jasa dari masyarakat (entitas non pemerintah pusat) – DIPA PNBP Pendapatan yang diterima dari masyarakat, badan lain atau entitas non pemerintah pusat tanpa diikuti adanya kewajiban bagi BLU untuk menyerahkan barang/jasa sesuai dengan dokumen penerimaan hibah atau yang dipersamakan. Pendapatan BLU lainnya – DIPA PNBP Pendapatan BLU yang tidak berhubungan secara langsung dengan tugas dan fungsi BLU yang dapat berupa jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi, potongan, bentuk lain sebagai akibat dari penjualan kekayaan yang tidak dipisahkan, dan pengembalian secara kas atas beban atau biaya yang telah disahkan belanjanya pada tahun anggaran yang lalu. Pendapatan umum PNBP yang disetor ke kas negara – DIPA RM                           Pendapatan dari realisasi PNBP umum yang sumber dananya rupiah murni dan/atau untuk keuntungan rekening kas negara dan telah disetor ke rekening kas negara.

Transaksi Pendapatan BLU Read More »

Pos Biaya APBD

Pos Pembiayaan dalam APBD

Pos pembiayaan dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) muncul pada era pasca reformasi. Pos pembiayaan merupakan pos ketiga setelah sebelumnya, pada masa pra reformasi, hanya terdapat dua pos dalam APBD, yaitu pendapatan dan belanja. Munculnya pos pembiayaan dalam APBD merupakan upaya agar APBD yang disusun semakin informatif. Informasi yang disampaikan dengan adanya pemisahan pos ini adalah memisahkan antara pinjaman dari pendapatan daerah. Pendapatan merupakan hak pemerintah daerah sementara, pinjaman belum tentu menjadi hak pemerintah daerah. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pembiayaan daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Sama seperti pendapatan dan belanja, pembiayaan daerah yang dianggarakan dalam APBD harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan, dan dianggarkan secara bruto dalam APBD. Silakan Download : PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Penerimaan pembiayaan ini mencakup (pasal 60): Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA), Pencairan dana cadangan, Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, Penerimaan pinjaman daerah, Penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan Penerimaan piutang daerah. Sementara, pengeluaran pembiayaan adalah pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pengeluaran pembiayaan juga digunakan untuk memanfaatkan surplus APBD. Pengeluaran ini terdiri dari: Pembentukan dana cadangan, Penanaman modal (investasi) pemerintah daerah, Pembayaran pokok utang, dan Pemberian pinjaman daerah. Penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan tersebut dianggarkan dalam RKA-SKPD pada SKPKD. Jika dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut yang bersumber dari penerimaan pembiayaan. Selisih antara penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan akan menghasilkan sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan (SiLPA). Silahkan kunjungi artikel terkait: Dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Pos Pembiayaan dalam APBD Read More »

Ilustrasi APBD

Dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) merupakan unsur penting dan memiliki posisi yang strategis dalam keuangan daerah. Menurut Permendagri Nomor 33 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2018, APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Sejalan dengan pengertian tersebut, dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Bentuk dan susunan APBD pada era pra reformasi dan era pasca reformasi berbeda. Pada era pra reformasi, APBD mengalami perubahan sebanyak 2 kali. Berdasarkan UUD Nomor 6 Tahun 1975, awalnya APBD hanya terdiri atas anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Selanjutnya, struktur tersebut berubah menjadi pendapatan dan belanja. Pada era pasca reformasi, bentuk APBD di dasarkan pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Berdasarkan Keputusan tersebut, pada pasal 2 dijelaskan bahwa struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan. Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi, saat ini bentuk APBD didasarkan atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006. Perbedaan struktur APBD pada masa pra reformasi dan pasca reformasi terletak pada adanya struktur pembiayaan. Pada masa pra reformasi, struktur pembiayaan tidak ada, dan baru muncul pada era pasca reformasi. Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 23, dijabarkan mengenai pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah adalah semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Pembiayaan daerah adalah semua transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus. Dalam Software Keuangan BLUD Syncore, penginputan dana APBD dilakukan melalui user login penerimaan dan pengeluaran. User penerimaan mencatat ketika dana APBD diterima melalui menu BKM APBD, dan user pengeluaran mencatat ketika dana APBD tersebut digunakan, yaitu dengan input di menu BKK APBD atau LS APBD. Laporan penerimaan dan pengeluaran dana APBD tersebut dapat dilihat di menu laporan BKU APBD.

Dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Read More »

Pelaporan Keuangan BLU Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 220/PMK. 05/2016

Sistem akuntansi dan pelaporan keuangan BLU diatur dalam regulasi Peraturan Menteri Keuangan  Republik Indonesia No. 220/PMK. 05/2016. Regulasi ini sebagai penyempurna pelaksanaan teknis dari Permenkeu Nomor 217/PMK.05/2015 tentang Pernyataan Standar Akuntansi Berbasis Akrual No. 13 yang selanjutnya akan disingkat menjadi PSAP 13. Dalam regulasi tersebut disebutkan bahwa sistem pelaporan keuangan BLU adalah serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran dan pelaporan keuangan BLU. Maka dapat diartikan bahwa Satker yang sudah ditetapkan menjadi BLU wajib untuk melaksanakan pelaporan keuangan BLU sendiri sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan BLU. Laporan keuangan yang wajib untuk disusun BLU berjulmah tujuh laporan, yaitu laporan realisasi anggaran, laporan perubahan saldo anggaran lebih, neraca, laporan operasional, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas dan catatan atas laporan keuangan. Siklus akuntansi yang dilaksanakan oleh BLU serta penyajian data dan informasi yang dilakukan harus selaras dalam penyusunan Laporan Keuangan BLU yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Pelaporan keuangan BLU juga harus selaras dengan kebijakan akuntansi yang disusun oleh Kementerian Keuangan untuk kepentingan konsolidasi Laporan Keuangan Satker/BLU ke Kementerian/Lembaga. Namun untuk pelaksanaan teknis detail penyusunan Laporan Keuangan BLU diatur sendiri oleh BLU yang harus dituangkan dalam Kebijakan Akuntansi BLU. Kebijakan Akuntansi BLU harus selaras dengan tujuan pelaporan keuangan BLU dan sesuai dengan SAP berbasis akrual. Penyajian laporan keuangan BLU dalam Peraturan Menteri Keuangan  Republik Indonesia No. 220/PMK. 05/2016 disebutkan bahwa harus disertai dengan pernyataan tanggungjawab. Pernyataan tanggungjawab ini ditandatangani oleh pimpinan BLU dan menjadi bagian tidak terpisahkan dalam Laporan Keuangan BLU. Hal-hal yang dimuat dalam laporan keuangan BLU adalah surat pernyataan tangguugjawab, paragraph penjelasan atas suatu kejadian yang tidak termuat dalam laporan keuangan BLU dan laporan keuangan BLU. Laporan keuangan BLU disajikan setiap semester dan tahunan. Laporan keuangan BLU tidak hanya memuat pengelolaan keuangan yang bersumber dari BLU saja, pengelolaan keuangan yang bersumber dari APBN juga merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan keuangan BLU. Oleh karena itu dalam surat pernyataan tanggungjawab perlu disebutkan bahwa pengelolaan dana yang bersumber dari APBN telah dilaksanakan sesuai program kegiatan dan SAP.

Pelaporan Keuangan BLU Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 220/PMK. 05/2016 Read More »

Sistem Akuntansi Kewajiban

Sistem akuntansi kewajiban (liabilitas) merupakan suatu proses yang dimulai dari pembelian/pengadaan barang dan/atau jasa secara kredit yang dibuktikan dengan dokumen yang sah sampai proses penyelesaian/pembayaran utang yang bersangkutan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 Lampiran I PSAP No. 09, kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah daerah. Kewajiban pemerintah daerah antara lain pinjaman kepada pihak ketiga, perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintahan, kewajiban kepada masyarakat, alokasi/realokasi pendapatan ke entitas lainnya, dan kewajiban kepada pemberi jasa. Kewajiban berdasarkan waktu jatuh tempo penyelesaiannya diklasifikasi menjadi dua bagian, yaitu kewajiban jangka pendek (jangka waktu maksimal 1 tahun) dan kewajiban jangka panjang (lebih dari 1 tahun). Kewajiban jangka pendek antara lain utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), utang bunga, bagian lancar utang jangka panjang, pendapatan diterima di muka, utang belanja, dan utang jangka pendek lainnya. Sedangkan kewajiban jangka panjang antara lain utang dalam negeri dan utang jangka panjang lainnya. Sistem Akuntansi Kewajiban di SKPD Pihak-pihak yang terkait dalam sistem akuntansi kewajiban di SKPD antara lain Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD), Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), dan Pengguna Anggaran (PA/KPA). Dokumen yang digunakan yaitu sebagai berikut: Peraturan Kepala Daerah tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah Nota Pesanan Berita Acara Serah Terima Kuitansi Surat Perjanjian Kerja SP2D UP/GU/TU SP2D LS Surat Pernyataan PA tentang tanggung jawab PA terhadap laporan keuangan SKPD Akuntansi kewajiban di SKPD terdiri dari pencatatan terjadinya utang dan pembayaran utang. Pengakuan terjadinya utang, misal: Pembelian ATK Pendekatan beban Beban ATK                                                        xxx Utang Belanja Bahan Habis Pakai                     xxx Pendekatan aset Persediaan ATK                                               xxx Utang Belanja Bahan Habis Pakai                     xxx   Pembayaran utang (mekanisme UP/GU) Jurnal LO atau Neraca Utang Belanja Bahan Habis Pakai               xxx Kas di Bendahara Pengeluaran                          xxx Jurnal LRA Belanja ATK                                                     xxx Perubahan SAL                                                     xxx   Pembayaran utang (mekanisme LS) Jurnal LO atau Neraca Utang Belanja Bahan Habis Pakai                xxx RK PPKD                                                                  xxx Jurnal LRA Belanja ATK                                                      xxx Perubahan SAL                                                      xxx   Sistem Akuntansi Kewajiban di PPKD Pihak-pihak yang terkait dalam sistem akuntansi kewajiban di PPKD antara lain: Fungsi Akuntansi PPKD, Bendahara Umum Daerah (BUD), dan PPKD. Dokumen yang digunakan yaitu sebagai berikut: Peraturan Kepala Daerah tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah Surat Perjanjian Utang Nota Kredit SP2D LS Jurnal standar yang digunakan dalam sistem akuntansi kewajiban di PPKD antara lain sebagai berikut: Penerimaan pembiayaan Kas di Kas Daerah                                                xxx Kewajiban Jangka Panjang                                      xxx Perubahan SAL                                                     xxx Penerimaan Pembiayaan                                          xxx   Pembayaran bunga kewajiban Beban Bunga                                                         xxx Kas di kas Daerah                                                       xxx Utang Bunga                                                         xxx Perubahan SAL                                                          xxx   Pelunasan kewajiban Kewajiban Jangka Panjang                                xxx Kas di Kas Daerah                                                      xxx Pengeluaran Pembiayaan                                  xxx Perubahan SAL                                                           xxx   Reklasifikasi Kewajiban Jangka Panjang                                 xxx Bagian Lancar Kewajiban Jangka Panjang            xxx

Sistem Akuntansi Kewajiban Read More »

Scroll to Top