Mitra BLUD
Berbasis Teknologi

BLUD.co.id

STUDI KASUS

Mengapa Standar Pelayanan Minimal (SPM) Penting?

Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah suatu dokumen yang bertujuan untuk memberikan acuan untuk melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta pangawasan dan pertanggung jawaban penyelenggaraan pelayanan. Selain itu Standar Pelayanan Minimal (SPM) juga bertujuan untuk memberikan pemahaman yang sama terkait definisi operasional, indikator kinerja, ukuran/satuan, pembilang dan penyebut, perhitungan, sumber data, langkah kegiatan dan kebutuhan sumber daya manusia. Hal ini diharapkan dengan adanya dokumen SPM maka dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan, ketanggapan kebutuhan dalam melakukan pelayanan, pembiayaan pengembangan pelayanan, kuantitas dan perluasan jangkauan pengguna. Setelah Standar Pelayanan Minimal (SPM) dijalankan dengan baik maka akan berdampak pada kepuasan pengguna layanan dan kemandirian dalam pemberian layanan. Prinsip dalam menyusun dokumen Standar Pelayanan Minimal (SPM) ini mengacu pada progran pencapaian target di setiap tahunnya, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan dibebankan kepada anggaran PPK-Badan Layanan Umum Daerah dan APBD. Komponen dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) terdiri dari : Jenis Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai dengan pelayanan yang ada Indikator pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Perhitungan standar kebutuhan pelayanan sesuai dengan jenis Standar Pelayanan Minimal (SPM) Standar pelayanan yang telah dicapai Penyusunan rencana pencapaian target Standar Pelayanan Minimal (SPM) Penanggung jawab kinerja Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai dnegan jenis layanan Komponen-komponen di atas sebenarnya telah dijelaskan dalam dokumen Renstra secara umum. Namun, dokumen Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang lebih detail dan terukur dirasa masih perlu untuk disusun sebagai acuan dalam program kegiatan yang dilaksanakan di suatu instansi demi terwujudnya pelayanan yang baik sesuai dengan visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan dalam Renstra. Penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) ini harus memenuhi beberapa persyaratan seperti fokus pada layanan-layanan yang ada, terukur, relevan, dapat diandalkan sehingga pengguna Standar Pelayanan Minimal (SPM) lebih mudah dalam memahami dan mengimplementasikannya. Sasaran pengguna dan penerima manfaat dari Standar Pelayanan Minimal (SPM) ini adalah pegawai instransi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat dan masyarakat sendiri yang menerima pelayanan tersebut. Ruang lingkup dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) terdiri dari jenis-jenis pelayanan yang ditawarkan, indikatornya sampai dengan penanggung jawab dari setiap kegiatannya. Referensi : Pentingnya Standar Pelayanan Minimal Pada Rumah Sakit Umum

Mengapa Standar Pelayanan Minimal (SPM) Penting? Read More ยป

Mengapa Badan Layanan Umum Daerah Harus Menyusun RBA?

Badan Layanan Umum Daerah adalah sistem yang diterapkan oleh unit pelaksana teknis dinas/badan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan daerah pada umumnya. BLUD diharuskan untuk membuat Rencana Bisnis Anggaran setiap tahunnya. Rencana Bisnis dan Anggaran atau yang sering disngkat RBA adalah dokumen perencanaan anggaran tahunan untuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang digunakan untuk pedoman dalam penyusunan program dan kegiatan BLUD. Lalu mengapa BLUD harus menyusun RBA? Alasan pertama, RBA dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengelola organisasi pada periode dimasa mendatang, anggaran juga dapat berfungsi sebagai alat pengawas terhadap kebijakan yang dipilih dan bagaimana dalam pelaksanaannya karena setiap rencana anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam membuat RBA harus mengacu pada Renstra yang merupakan perencanaan 5 tahunan BLUD, agar memiliki kesesuaian dengan perencanaan tersebut. RBA disusun berdasarkan Anggaran berbasis kinerja. Anggaran berbasis kinerja merupakan analisis kegiatan yang berorientasi pada pencapaian output dengan penggunaan sumber daya secara efisien. Dalam membuat RBA perlu disesuaikan juga dengan standar satuan harga. Standar satuan harga adalah harga satuan setiap unit barang atau jasa yang berlaku disuatu daerah. Jika BLUD belum menyusun standar satuan harga maka harus menggunakan standar satuan harga yang ditetapkan oleh Keputusan Kepala Daerah. RBA juga harus dibuat berdasarkan kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diperoleh dari layanan yang diberikan kepada masyarakat, hibah, hasil kerjasama dengan pihak lain dan atau hasil usahaย  lainnya, APBD, dan sumber pendapatan BLUD lainnya. RBA merupakan perencanaan dan anggaran BLUD, sehingga RBA yang dibuat harus memuat komponen-komponen berikut ini: Ringkasan pendapatan, belanja, dan pembiayaan Rincian anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan Perkiraan harga Besaran persentase ambang batas Perkiraan maju atau forward estimate RBA yang dibuat menganut pola anggaran fleksibel dengan suatu persentase ambang batas tertentu sehingga selama tahun berjalan anggaran pada RBA yang telah disusun dapat berubah dengan pergeseran anggaran dengan ambang batas tertentu. RBA sebagai perencanaan dan penganggaran BLUD memiliki arti penting sebagai pengendali dalam pengelolaan BLUD, pedoman untuk menghindari penyimpangan, sebagai standar untuk evaluasi kinerja BLUD ditahun berjalan, dan sebagai pedoman dalam pembuatan keputusan. Referensi :ย Implementasi Efisiensi yang Tercantum pada RBA BLUD

Mengapa Badan Layanan Umum Daerah Harus Menyusun RBA? Read More ยป

Bernilai Sejarah, Aset Badan Layanan Umum Harus Dikelola dengan Baik

Kata โ€˜Asetโ€™ sejak awal memang sudah kental dengan nilai sejarah. Seperti halnya Aset Badan Layanan Umum (BLU) yang merupakan sumber daya ekonomi milik BLU. Maka Aset BLU adalah akibat dari peristiwa masa lalu yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya, dan sumber manfaat ekonomi-sosial di masa depan yang diharapkan dapat diperoleh, serta dapat diukur dalam satuan uang. Begitu pentingnya nilai sejarah tersebut sehingga pengelolaan perihal pengelolaan Aset BLU adalah bagian penting dari BLU. Hal ini sebagai bentuk menjaga aset agar tidak terjadi penyimpangan dan sekaligus sebuah cara untuk menyelamatkan nilai aset tersebut. Dalam melaksanakan pengelolaan asetnya, pemimpin melakukan pengawasan dan pengendalian langsung. Pengelolaan aset BLU ini meliputi perencanaan dan penganggaran, penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan. Pengelolaan aset BLU didasarkan atas asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai yang berpedoman pada ketentuan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara, sepanjang tidak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Adapun prinsip-prinsip pengelolaan Badan Layanan Umum ialah tidak mengganggu kegiatan pemberian pelayanan umum kepada masyarakat, biaya dalam rangka pelaksanaan kerjasama tidak dapat dibebankan pada Rupiah Murni APBN, aset BLU dapat digunakan sebagai dasar penerbitan surat berharga setelah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan, dan tidak berakibat terjadinya pengalihan Aset BLU kepada pihak lain. Pengelolaan aset BLU dapat dilakukan dengan mekanisme Kerjasama Operasional (KSO) atau Kerjasama Sumber Daya Manusia atau Manajemen (KSM), yang dilakukan oleh pemimpin BLU dan melibatkan pihak lain sebagai mitra dengan perjanjian yang dituangkan dalam naskah perjanjian antara pemimpin BLU dengan Mitra. Diadakannya KSO dan KSM adalah untuk meningkatkan penyediaan pelayanan umum kepada masyarakat, mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Aset BLU, dan meningkatkan pendapatan BLU yang dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA. Dalam melakukan pengelolaan aset, BLU melakukan pencatatan terhadap setiap transaksi dari pelaksanaan pengelolaan aset BLU dan pendapatan dari pelaksanaan pengelolaan aset dengan menggunakan mekanisme KSO atau KSM, sebagaimana dimaksud merupakan pendapatan BLU yang dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA. Pendapatan tersebut dicatat sebagai PNBP BLU. Sedangkan untuk Peralatan dan mesin milik Mitra tidak dicatat sebagai Aset BLU. Referensi: (Peraturan Menteri Keuangan No 136 tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset pada badan Layanan Umum)

Bernilai Sejarah, Aset Badan Layanan Umum Harus Dikelola dengan Baik Read More ยป

KONSULTAN PROFESIONAL UNTUK MENCAPAI STATUS BLUD

Badan Layanan Umum Daerah Siap Terima Pegawai Non PNS

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) memiliki tujuan untuk melayani masyarakat semaksimal mungkin. Pelayanan yang memadai tidak lepas dari kinerja sumber daya manusia yang dimiliki. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah salah satu faktor yang sangat penting bahkan tidak dapat dilepaskan dari sebuah organisasi, baik itu perusahaan maupun instansi. Sumber Daya Manusia (SDM) sendiri pada hakikatnya adalah manusia yang dipekerjakan di sebuah organisasi sebagai penggerak, pemikir dan perencana untuk mencapai tujuan organisasi itu. Menurut Presiden Joko Widodo, SDM Indonesia memiliki kemampuan untuk berkompetisi denganย  negara-negara lain. Hanya saja presiden mengakui bahwa kekuatan ini belum dimaksimalkan potensinya. Banyaknya kekuatan ini dinyatakan sebesar 60% usia produktif masyarakat di Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut sangat memungkinkan dengan penerapan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) akan semakin meningkatkan pelayanan masyarakat, karena tenaga yang akan diberdayakan semakin banyak dan berpotensi. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) diberikan fleksibilitas dalam hal pengelolaan SDM yaitu diperbolehkan merekrut tenaga kerja yang berasal dari non PNS. Pengangkatan SDM tersebutย  tentunya dengan mempertimbangkan sesuai kebutuhan, profesionalitas, kemampuan keuangan dan berdasarkan prinsip efisiensi, ekonomis, dan produktif dalam meningkatkan pelayanan. Tenaga kerja yang berasal dari non PNS diberlakukan secara kontrak atau tetap dengan masa jabatan paling lama 5 (lima) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali periode masa jabatan berikutnya. Pengangkatan kembali untuk periode masa jabatan berikutnya paling tinggi berusia 60 (enam puluh) tahun. Pengadaan pejabat pengelola dan pegawai yang berasal dari non PNS dilaksanakan sesuai dengan jumlah dan komposisi yang telah disetujui PPKD. Hal-hal lain yang berkaitan dengan sumber daya manusia seperti pengadaan, persyaratan, pengangkatan, penempatan, batas usia, masa kerja, hak, kewajiban dan pemberhentian Pejabat Pengelola dan pegawai yang berasal dari tenaga profesional lainnya diatur dengan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) masing-masing. Dengan memaksimalkan sumber daya manusia yang tersedia, diharapkan dapat bersinergi dengan baik dan menciptakan pelayanan masyrakat yang memadai. Sehingga kesejahteraan masyarakat menjadi meningkat. Referensi :ย Pengangkatan Pegawai Non PNS Boleh Dilakukan oleh BLUD

Badan Layanan Umum Daerah Siap Terima Pegawai Non PNS Read More ยป

Bagaimana Mengukur Kinerja Pada Badan Layanan Umum?

Kinerja merupakan gambaran mengenai bagaimana tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi dimana itu akan tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Oleh karenanya, maka pengukuran dari suatu kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana keberhasilannya. Pengukuran kinerja sendiri didefinisikan sebagai suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Pengukuran kinerja ini juga mencakup pengukuran informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan/atau jasa serta kualitas yang ada, hasil kegiatan dengan maksud yang diinginkan dan efektivitas tindakan yang dilakukan dalam mencapai tujuan. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas disini bukan sekedar kemampuan menunjukkan uang publik dibelanjakan, akan tetapi juga meliputi kemampuan menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Adapun akuntabilitas terdiri dari akuntabilitas program, akuntabilitas kegiatan, dan akuntabilitas keuangan, akuntabilitas kinerja pelayanan publik, akuntabilitas biaya pelayanan publik, dan akuntabilitas laporan pengelolaan keuangan. Untuk itu, diperlukan adanya suatu alat berupa system untuk mengukur bagaimana kinerja sector publik, termasuk juga Badan Layanan Umum. Sistem Pengukuran Kinerja Sektor Publikย adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Penilaian kinerja keuangan dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 79 Tahun 2018 pasal 18 yaitu diukur paling sedikit meliputi perolehan hasil usaha atau hasil kerja dari layanan yang diberikan (rentabilitas), memenuhi kewajiban jangka pendeknya (likuiditas), memenuhi seluruh kewajibannya (solvabilitas), dan kemampuan penerimaan dari jasa layanan untuk membiayai pengeluaran. Adapun penilaian kinerja non keuangan dengan mengukur paling sedikit berdasarkan perspektif pelanggan, proses internal pelayanan, pembelajaran dan pertumbuhan. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkanย reward and punishment systems bagi karyawan yang menjalankannya. Jika ada system reward and punishment systems, sebagian besar karyawan akan termotivasi untuk menjalankan kinerja dengan sebaik mungkin.(Lintang)

Bagaimana Mengukur Kinerja Pada Badan Layanan Umum? Read More ยป

Solusi Masalah Program Revitalisasi SMK

Penyebab Kurangnya Efektivitas dan Efisiensi Implementasi PPK BLU

Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah pusat atau pemerintah daerah dan yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum). Diterapkannya BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. Penerapan PPK BLU dengan fleksibilitas pengelolaan keuangan yang diberikan seharusnya dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, namun realitanya penerapan PPK BLU belum dapat optimal sehingga tujuan diterapkannya PPK BLU belum dapat tercapai sepenuhnya. Menurut Budi Waluyo dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, dalam Analisis Permasalahan pada Implementasi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, penerapan PPK BLU belum berjalan secara efektif dan efisien dikarenakan tiga kategori penyebab. Penyebab pertama belum efektifnya implementasi PPK BLU adalah karena adanya tarik menarik kepentingan antara pelaku kebijakan yaitu Kementrian Keuangan, Kementerian Teknis, dan Satuan Kerja BLU. Faktor ini antara lain dapat ditunjukkan dengan permasalahan yang terjadi padaย  masa transisi, pemanfaatan idle cash, remunerasi, dan pengukur kinerja. Penyebab kedua kurang efektifnya implementasi PPK BLU adalah pada konten PPK BLU yang kurang memperhatikan prinsip fleksibilitas dan kemudahan bagi BLU. Penyebab yang ketiga, sekaligus faktor yang terakhir adalah lingkungan kepemerintahan yang menunjukkan kuatnya kultur birokrasi dalam pengelolaan keuangan dan secara konsisten melaksanakan prosedur keuangan dengan rujukan pada peraturan yang berlaku umum bagi satuan kerja instansi pemerintah. Faktor ini dapat dijelaskan dengan standar biaya dan pencatatan pendapatan dalam bentuk barang. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan implementasi PPK BLU belum memberikan manfaat yang efektif dan efisien bagi BLU sendiri maupun untukย  masyarakat. Sehingga, untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi penerapan PPK BLU harus meminimalisir faktor-faktor penyebab diatas. Sumber:ย https://www.researchgate.net/publication/282606397_ANALISIS_PERMASALAHAN_PADA_IMPLEMENTASI_POLA_PENGELOLAAN_KEUANGAN_BADAN_LAYANAN_UMUM

Penyebab Kurangnya Efektivitas dan Efisiensi Implementasi PPK BLU Read More ยป

Bagaimana Menilai Dokumen Administratif Pengajuan Menjadi BLUD?

Pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai bagaimana penilaian tim penilai dalam menilai dokumen yang diajukan oleh calon-calon Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Untuk menjadi calon Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang perlu disiapkan adalah 7 (enam) dokumen yaitu : Surat Permohonan Menjadi BLUD Surat Kesanggupan Meningkatkan Kinerja Surat Bersedia untuk Diaudit Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pola Tata Kelola Laporan Keuangan Pokok (LKP) Rencana Strategi Bisnis (RSB) Ketujuh dokumen tersebut adalah dokumen yang akan dinilai oleh tim penilai. Setiap dokumen memiliki unsur-unsur dalam penilaian sendiri. Penilaian ini didasarkan oleh SE Mendagri Nomor 900/2759/SJ tahun 2008. Di dalam peraturan tersebut sudah dijelaskan apa saja unsur yang harus diperhatikan dalam menilai setiap dokumen. Tim Konsultan kami pun melakukan review atas ketujuh dokumen klien didasarkan oleh peraturan tersebut. Di dalam SE Mendagri Nomor 900/2759/SJ tahun 2008 ini juga menjelaskan bobot tiap unsur penilaian. Nilai bobot dokumen adalah pembobotan terhadap dokumen administratif yang berdasarkan pada tingkat kepentingan dokumen dengan menggunakan CARL yaitu kemampuan untuk mencapainya atau yang disebut dengan Capability, bisa diterima atau Acceptability, dapat diandalkan atau Reliability, dan mengandung daya ungkit yang tinggi atau Leverage. Bobot masing-masing persyaratan administratif ini secara keseluruhan adalah : Surat Kesanggupan Meningkatkan Kinerja sebesar 5% Surat Bersedia untuk Diaudit sebesar 5% Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebesar 20% Pola Tata Kelola sebesar 20% Laporan Keuangan Pokok (LKP) sebesar 20% Rencana Strategi Bisnis (RSB) sebesar 30% Nilai tiap unsur nya dimulai dari angka 0 (nol) hingga angka 10 (sepuluh). Bobot nilai 0 (Nol) menjelaskan bahwa dokumen yang dinlai tidak memenuhi persyaratan yang diajukan atau isinya tidak sesuai dengan dokumen yang bersangkutan. Bobot nilai 10 (sepuluh) menjelaskan bahwa setiap detail isi dari dokumen telah memenuhi persyaratan atau unsur penilaian dan informasi yang diberikan pun saling terkait dengan dokumen yang lain.

Bagaimana Menilai Dokumen Administratif Pengajuan Menjadi BLUD? Read More ยป

Solusi Masalah Program Revitalisasi SMK

Kriteria Penilaian dan Status Badan Layanan Umum Daerah

Artikel kali ini akan membahas lebih dalam lagi mengenai penilaian menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Indikator yang menjadi alat ukur dalam penilaian ini bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan dari apa yang telah ditetapkan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan. Unsur yang dinilai adalah unsur-unsur yang harus tercantum dan merupakan bagian dari dokumen yang dinilai atau dalam kata lain pesyaratan minimal untuk memenuhi dokumen administratif tersebut. Unsur-unsur ini dapat Anda lihat dalam format penilaian yang terdapat di SE Mendagri Nomor 900/2759/SJ tahun 2008. Nilai setiap unsur yang ada dimulai dengan skala 0 sampai dengan 10. Selain nilai per unsur diatur pula mengenai bobot per unsur nya. Bobot per unsur adalah pembobotan terhadap unsur yang dinilai yang sudah ditentukan di dalam pedoman ini berdsarkan CARL atau Capability, Acceptability, Reliability dan Leverage. Setelah nilai per unsur dan bobot per unsur ditentukan maka akan di dapatkan hasil penilaian per unsur. Penilaian ini ditutup dengan nilai akhir. Nilai akhir adalah hasil kali hasil penilaian per unsur dengan nilai bobot dokumen. Hasil akhir penilaian ini dapat dibandingkan dengan kriteria sesuai dengan format kriteria yang terdiri dari: Nomor urut Hasil penilaian Kriteria Kesimpulan Status yang direkomendasikan. Kriteria penilaian yang ditentukan dalam SE Mendagri Nomor 900/2759/SJ Tahun 2008 terdiri dari: 1. BLUD penuh dengan hasil penilaian 80 sampai dengan 100, 2. BLUD Bertahap dengan hasil penilaian 60 -79 3. Ditolak menjadi BLUD dengan hasil penilaian kurang dari 60 Penilaian ini berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 tahun 2007. Sedangkan untuk Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 status yang direkomendasikan hanya ada dua yaitu : Diterima menjadi BLUD dengan hasil penilaian 800 โ€“ 100 Ditolak menjadi BLUD dengan hasil penilaian kurang dari 80. Sotya Roes Piyajeng

Kriteria Penilaian dan Status Badan Layanan Umum Daerah Read More ยป

Solusi Masalah Program Revitalisasi SMK

Pengembangan Kelembagaan Pada Badan Layanan Umum Daerah

Status Kelembagaan BLUD BLUD beroperasi sebagai SKPD atau unit kerja SKPD BLUD beroperasi berdasarkan tata kelola/aturan internal antara lain: a. Struktur organisasi b. Prosedur kerja c. Pengelompokan fungsi d. Pengelolaan SDM Struktur organisasi SKPD atau Unit kerja SKPD BLUD dirancang berdasarkan kebutuhan proses tata kelola. Pedoman struktur organisasi BLUD berdasarkan Permenpan No.PER/02/M.PAN/1/2007 berdasarkan PP 23 tahun 2005. Penerapan PPK BLUD menuntut adanya perubahan-perubahan tertentu baik oleh aturan maupun kebutuhan yang akan mempengaruhi ukuran dan fungsi sehingga harus berubah. Langkah penyusunan organisasi : Menetapkan visi, misi dan tujuan organisasi. Mengidentifikasi urusan Pengelompokan Pendelegasian Desain struktur organisasi Pejabat pengelolan BLUD Pemimpin Pemimpin berfungsi sebagai penanggungjawab umum operasional dan keuangan satker PPK-BLUD. Pejabat keuangan Pejabat keuangan adalah pejabat yang bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan Satker PPK-BLUD. Masing-masing organisasi dapat memiliki unit yang secara khusus menangani keuangan atau digabungkan denganย  fungsi support staff lainnya. Pejabat keuangan dapat direpresentasikan oleh kepala sekretariat/bagian/subbagian, direktur administrasi umum dan keuangan, direktur keuangan atau sesuai dengan kebutuhan organisasi yang bersangkutan. Pejabat teknis Pejabat teknis adalah pejabat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi Satker PPK-BLUD . Pejabat teknis direpresentasikan dalam unit lini, contohnya bidang, subbidang/ seksi atau nomenkelatur lainnya sesuai dengan desain organisasi yang bersangkutan. Penentuan struktur organisasi Apabila penerapan PPK-BLUD berdampak pada penataan organisasi, maka kepala SKPD mengusulkan penataan organisasi satuan kerja tersebut kepada Gubernur/Bupati/Walikota. Gubernur/Bupati/walikota menetapkan organisasi dan atata kerja Satker PPK-BLUD daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengubahan Struktur organisasi Pengubahan struktur organisasi dan tata kerja bagi Satker PPK-BLUD lingkungan pemerintah daerah dapat dilakukan berdasarkan analisis organisasi sesuai perkembangan dan kebutuhan. Pengubahan bisa meliputi penyempurnaan tugass, fungsi, struktur organisasi dan tata kerja dan atau eselon jabatan. Usul pengubahan diusulkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota melalui sekretaris daerah dilengkapi dengan naskah akademik. Pengubahan organisasi Satker PPK-BLUD dilingkungan pemerintah daerah ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota.

Pengembangan Kelembagaan Pada Badan Layanan Umum Daerah Read More ยป

Scroll to Top